Aliran ini disebut dengan behaviorisme karena sangat
menekankan kepada perlunya perilaku (behavior)
yang dapat diamati. Ada beberapa ciri dari rumpun teoris ini, yaitu: (1)
mengutamakan unsur-unsur atau bagian-bagian kecil, (2) bersifat mekanitis, (3)
menekankan peranan lingkungan, (4) mementingkan pembentukan respon, (5)
menekankan pentingnya latihan. Pembelajaran behaviorisme bersifat molekular,
artinya lebih menekankan kepada elemen-elemen pembelajaran, memandang kehidupan
individu terdiri dari unsur-unsur seperti halnya molekul. Para ahli
behaviorisme berpendapat bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara
stimulus (S) dengan respon (R). Menurut teori ini, dalam belajar yang penting
adalah adanya input berupa stimulus dan output berupa respon. Dampak dari teori
behaviorisme terhadap pembelajaran yakni dalam proses belajar mengajar siswa
dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan
dari pengajar. Berikut ialah teori-teori belajar matematika dalam aliran
Behaviorisme:
1. Connectionism
(S-R Bond) menurut Edward Lee
Throndike
Dalam eksperimennya Thorndike menggunakan seekor kucing
sebagai objeknya. Menurut teori ini tingkah laku manusia tidak lain merupakan
hubungan antara stimulus (perangsang) dan respon (jawaban, tanggapan, reaksi)
yang diistilahkan S-R Bond. Belajar adalah pembentukan S-R sebanyak-banyaknya.
Pembentukan hubungan S-R dilakukan melalui latihan dan pengulangan, dengan
prinsip trial and error (coba dan
salah). Sama halnya dalam belajar matematika siswa harus diberikan stimulus
(perangsang) yang bisa berupa reward atau hal lain sehingga siswa semangat
untuk mencoba menyesaikan soal matematika walaupun pada awalnya jawaban
tersebut salah, namun jika terus berlatih maka siswa dapat menyelesaikan soal
tersebut dengan jawaban yang benar. Hal ini sesuai dengan eksperimen yang
dilakukan oleh Throndike, dimana seekor kucing yang kelaparan dimasukkan dalam
satu kotak percobaan yang merupakan suatu labirin, banyak jalan berliku,
menyesatkan, dan hanya satu jalan yang benar menuju tujuan. Di ujung kotak
percobaan, dimasukkan makanan sehingga kucing yang kelaparan itu membaui
makanan, maka dia akan berusaha mencapai makanan itu dengan berbagai jalan,
seringkali kucing itu tersesat. Namun, sekali kucing tersebut menemukan jalan
kearah makanan pada percobaan berikutnya dia akan melalui jalan yang langsung
menuju makanan. Beberapa hukum belajar yang dikemukakan thorndike antara lain: law of effect (hukum efek), law of readiness (hukum kesiapan), dan law of exercise (hukum latihan).
2. Classical
Conditioning
oleh Ivan Pavlov
Objek eksperimen Pavlov adalah seekor anjing. Teori ini
dilatarbelakangi oleh percobaan Pavlov tentang keluarnya air liur anjing. Air
liur akan keluar, apabila anjing melihat atau mencium bau makanan. Terlebih
dulu Pavlov membunyikan bel sebelum bel, otomatis air liur anjing akan keluar
walau belum melihat makanan, artinya perilaku individu dapat dikondisikan.
Belajar merupakan suatu upaya untuk mengkondisikan pembentukan suatu perilaku
atau respon terhadap sesuatu. Manusia dilahirkan dalam beberapa refleks dan
reaksi emosianal seperti cinta, kebencian, dan kemarahan. Dalam pembelajaran
matematika sangat penting bagi pendidik mengkondisikan perilaku individu.
Maksudnya dalam hal ini pendidik harus mengontrol emosinya agar siswa merasa
nyaman dan tidak takut atau terbebani dalam mempelajari pelajaran matematika
sehingga anak akan lebih mudah memahami materi yang disampaikan oleh pendidik.
3. Operant
Conditioning menurut
B.F. Skinner
Teori ini dilandasi oleh adanya penguatan (reinforcement). Berbeda dengan teori
Pavlov yang diberi kondisi adalah stimulus maka pada teori operant conditioning
yang diberi kondisi adalah respon. Dalam teori Skinner terdapat dua penguatan
yakni penguatan positif (positive
reinforcement) dan penguatan negative (negative
reinvorcement). Dalam penguatan
positif misalnya seorang anak belajar dengan giat, maka dia mampu menjawab
banyak atau bahkan semua pertanyaaan dalam ujian. Guru kemudian memberikan
penghargaan (sebagai penguat terhadap respon) pujian atau hadiah kepada anak
yang menadapatkan nilai tinggi. Sehingga anak akan belajar lebih rajin lagi.
Sedangkan penguatan negatif misalnya jika sesuatu yang kurang disukai siswa
(sehingga ia melakukan kesalahan) nilai siswa dapat dikurangi dan pengurangan
ini mendorong siswa untuk memerbaiki kesalahannya. Jadi, dapat kita pahami bahwa
dalam belajar matematika menurut Skinner ialah untuk merangsang siswa mau
belajar maka harus diberi “reward &
funishment” (hadiah dan hukuman) dalam kegiatan tanya-jawab
(stimulus-respon), kemudian diberi penguatan/reinforcement berupa penjelasan
teoritis materi pelajaran yang ditanyakan tersebut (tanya-jawab) pada siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar