Senin, 19 Desember 2016

Teori Belajar Matematika Menurut Paham Behaviorisme



Aliran ini disebut dengan behaviorisme karena sangat menekankan kepada perlunya perilaku (behavior) yang dapat diamati. Ada beberapa ciri dari rumpun teoris ini, yaitu: (1) mengutamakan unsur-unsur atau bagian-bagian kecil, (2) bersifat mekanitis, (3) menekankan peranan lingkungan, (4) mementingkan pembentukan respon, (5) menekankan pentingnya latihan. Pembelajaran behaviorisme bersifat molekular, artinya lebih menekankan kepada elemen-elemen pembelajaran, memandang kehidupan individu terdiri dari unsur-unsur seperti halnya molekul. Para ahli behaviorisme berpendapat bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus (S) dengan respon (R). Menurut teori ini, dalam belajar yang penting adalah adanya input berupa stimulus dan output berupa respon. Dampak dari teori behaviorisme terhadap pembelajaran yakni dalam proses belajar mengajar siswa dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pengajar. Berikut ialah teori-teori belajar matematika dalam aliran Behaviorisme:
1.      Connectionism (S-R Bond) menurut Edward Lee Throndike
Dalam eksperimennya Thorndike menggunakan seekor kucing sebagai objeknya. Menurut teori ini tingkah laku manusia tidak lain merupakan hubungan antara stimulus (perangsang) dan respon (jawaban, tanggapan, reaksi) yang diistilahkan S-R Bond. Belajar adalah pembentukan S-R sebanyak-banyaknya. Pembentukan hubungan S-R dilakukan melalui latihan dan pengulangan, dengan prinsip trial and error (coba dan salah). Sama halnya dalam belajar matematika siswa harus diberikan stimulus (perangsang) yang bisa berupa reward atau hal lain sehingga siswa semangat untuk mencoba menyesaikan soal matematika walaupun pada awalnya jawaban tersebut salah, namun jika terus berlatih maka siswa dapat menyelesaikan soal tersebut dengan jawaban yang benar. Hal ini sesuai dengan eksperimen yang dilakukan oleh Throndike, dimana seekor kucing yang kelaparan dimasukkan dalam satu kotak percobaan yang merupakan suatu labirin, banyak jalan berliku, menyesatkan, dan hanya satu jalan yang benar menuju tujuan. Di ujung kotak percobaan, dimasukkan makanan sehingga kucing yang kelaparan itu membaui makanan, maka dia akan berusaha mencapai makanan itu dengan berbagai jalan, seringkali kucing itu tersesat. Namun, sekali kucing tersebut menemukan jalan kearah makanan pada percobaan berikutnya dia akan melalui jalan yang langsung menuju makanan. Beberapa hukum belajar yang dikemukakan thorndike antara lain: law of effect (hukum efek), law of readiness (hukum kesiapan), dan law of exercise (hukum latihan).
2.      Classical Conditioning oleh Ivan Pavlov
Objek eksperimen Pavlov adalah seekor anjing. Teori ini dilatarbelakangi oleh percobaan Pavlov tentang keluarnya air liur anjing. Air liur akan keluar, apabila anjing melihat atau mencium bau makanan. Terlebih dulu Pavlov membunyikan bel sebelum bel, otomatis air liur anjing akan keluar walau belum melihat makanan, artinya perilaku individu dapat dikondisikan. Belajar merupakan suatu upaya untuk mengkondisikan pembentukan suatu perilaku atau respon terhadap sesuatu. Manusia dilahirkan dalam beberapa refleks dan reaksi emosianal seperti cinta, kebencian, dan kemarahan. Dalam pembelajaran matematika sangat penting bagi pendidik mengkondisikan perilaku individu. Maksudnya dalam hal ini pendidik harus mengontrol emosinya agar siswa merasa nyaman dan tidak takut atau terbebani dalam mempelajari pelajaran matematika sehingga anak akan lebih mudah memahami materi yang disampaikan oleh pendidik.
3.      Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Teori ini dilandasi oleh adanya penguatan (reinforcement). Berbeda dengan teori Pavlov yang diberi kondisi adalah stimulus maka pada teori operant conditioning yang diberi kondisi adalah respon. Dalam teori Skinner terdapat dua penguatan yakni penguatan positif (positive reinforcement) dan penguatan negative (negative reinvorcement).  Dalam penguatan positif misalnya seorang anak belajar dengan giat, maka dia mampu menjawab banyak atau bahkan semua pertanyaaan dalam ujian. Guru kemudian memberikan penghargaan (sebagai penguat terhadap respon) pujian atau hadiah kepada anak yang menadapatkan nilai tinggi. Sehingga anak akan belajar lebih rajin lagi. Sedangkan penguatan negatif misalnya jika sesuatu yang kurang disukai siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) nilai siswa dapat dikurangi dan pengurangan ini mendorong siswa untuk memerbaiki kesalahannya. Jadi, dapat kita pahami bahwa dalam belajar matematika menurut Skinner ialah untuk merangsang siswa mau belajar maka harus diberi “reward & funishment” (hadiah dan hukuman) dalam kegiatan tanya-jawab (stimulus-respon), kemudian diberi penguatan/reinforcement berupa penjelasan teoritis materi pelajaran yang ditanyakan tersebut (tanya-jawab) pada siswa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar