Manusia Itu Dinamis
Manusia itu dinamis,
maka perubahan akan selalu ada. Atas pemahaman itu, maka oang tua perlu belajar
memberikan kesempatan bagi anak, untuk memahami diri sendiri dan dunia di luar
dirinya. Harapannya, membebaskan akan membuatnya merasa aman dan menjadi
sanggup membebaskan orang lain.
Demikian halnya dengan
anak yang mengalami autisme. Kadang, realsi orang tua dengan anak yang
mengalami autism jadi terganggu Karena perlakuan orang tua membuat anak merasa
tidak nyaman. Memang wajar bila orang tua berupaya memproteksi anak dari
hal-hal yang dapat membahayakan diri anak, tetapi seperti salah satu buah
refleksi Elizabeth dalam buku Precious Treasure, anak belum dalam tahap dapat
memahami maksud baik orang tua. Karenanya, orang tua yang perlu menyesuaikan
diri dengan tingkat pemahaman yang dikuasai anak, atas dasar keyakinan bahwa
manusia itu dinamis dan pada saatnya si anak juga berpeluang berubah dan
menjadi semakin paham.
Contoh:
Seperti anak pada umumnya, anak yang mengalami autisme juga suka mencoba hal baru atau asing yang menarik perhatiannya. Terutama hal-hal yang dilakukan sosok pengasuh yang biasa dekat dengannya, tapi dilarang untuk ia sentuh atau ia coba. Pernah, suatu ketika ada anak yang suka sekali pada gelembung-gelembung yang tercipta dari air yang mendidih. Nah, bila anak mencelupkan tangan di air mendidih maka jelas akan menjadi petaka. Awalnya, ibunya juga kesulitan menghadapai keinginan anak. Sementara anank tentu saja tidak dapat diberi penjelassan bahwa air itu panas dan akan melukai bila ia mencelupkan tangan ke dalamnya. Aku juga bingung bagaimana solusi terbaik yang bisa memenuhi keinginan si anak bermain dengan gelembung-gelembung itu, tetapi juga memenuhi perassaan kuatir si ibu Karena anak kjelas akan terluka bila bermain air mendidih. Untung, kemudian terlintas ide untk mencoba membuat gelembung-gelembung dengan cara lain, bukannya dengan memasak air. Yaitu dengan menggunakan dry-ice yang bila tercampur air, juga akan berasap dan menghasilkan gelembung. Hal itu membuat si anak senang, dan risikonya adalah si ibu harus sering belanja eskrim agar si anak mendapatkan dry-ice untuk bahan eksperimen anak yang mengalami autism dan sedang punya hobi bermain dengan gelembung-gelembung.
Seperti anak pada umumnya, anak yang mengalami autisme juga suka mencoba hal baru atau asing yang menarik perhatiannya. Terutama hal-hal yang dilakukan sosok pengasuh yang biasa dekat dengannya, tapi dilarang untuk ia sentuh atau ia coba. Pernah, suatu ketika ada anak yang suka sekali pada gelembung-gelembung yang tercipta dari air yang mendidih. Nah, bila anak mencelupkan tangan di air mendidih maka jelas akan menjadi petaka. Awalnya, ibunya juga kesulitan menghadapai keinginan anak. Sementara anank tentu saja tidak dapat diberi penjelassan bahwa air itu panas dan akan melukai bila ia mencelupkan tangan ke dalamnya. Aku juga bingung bagaimana solusi terbaik yang bisa memenuhi keinginan si anak bermain dengan gelembung-gelembung itu, tetapi juga memenuhi perassaan kuatir si ibu Karena anak kjelas akan terluka bila bermain air mendidih. Untung, kemudian terlintas ide untk mencoba membuat gelembung-gelembung dengan cara lain, bukannya dengan memasak air. Yaitu dengan menggunakan dry-ice yang bila tercampur air, juga akan berasap dan menghasilkan gelembung. Hal itu membuat si anak senang, dan risikonya adalah si ibu harus sering belanja eskrim agar si anak mendapatkan dry-ice untuk bahan eksperimen anak yang mengalami autism dan sedang punya hobi bermain dengan gelembung-gelembung.
“Keunggulan adalah
kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang, bukan sebuah perbuatan semata”,
demikian yang disampaikan Aristoteles pernah berkata. Jadi, kalau orang pada
umumnya perlu mengulang-ngulang kebiasaan agar menjadi pribadi unggul, maka
sangat wajar bila kita juga perlu mengulang-ngulang ajaran, contoh, latihan,
bantuan, penjelasan, dan lain-lain, agar anak yang mengalami autisme itu bisa
memahami diri dan dunia luar dirinya dengan lebih baik dari hari ke hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar