Membahas
mengenai kurikulum dalam dunia pendidikan merupakan hal yang tidak akan ada
habisnya, karena kurikulum akan terus berkembang menyesuaikan dengan
perkembangan zaman. Dalam sejarah pendidikan di negara kita ini, Indonesia
sudah beberapa kali mengadakan perubahan dan perbaikan kurikulum yang bertujuan
untuk menyesuaikannya dengan perkembangan dan kemajuan zaman, guna mencapai
hasil yang maksimal. Mengembangkan kurikulum bukanlah pekerjaan yang mudah
karena banyak hal yang harus dipertimbangkan. Praktek Pendidikan di sekolah
senantiasa jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan teori kurikulum.
Seperti yang
kita ketahui saat ini Indonesia telah menggunakan K13 secara serempak pada
bulan Juni lalu. Namun pada kenyataanya masih ada sekolah yang menggunakan
KTSP, mengapa hal ini bisa terjadi? Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor,
salah satu faktor penyebabnya yakni karena masyarakat dan tenaga pendidik sudah
merasa nyaman dengan kurikulum yang berlaku sebelumnya yaitu KTSP. Ini
merupakan hal yang wajar karena negara kita sudah menggunakan KTSP dalam jangka
waktu yang lama sejak tahun 2006 silam. Karena hal tersebut banyak pro dan
kontra di kalangan masyarakat dan dunia pendidikan mengenai kurikulum KTSP dan
K13. Sehingga banyak orang yang bertanya-tanya kurikulum mana yang lebih baik
dari kedua kurikulum tersebut? Sebenarnya tidak ada kurikulum yang tidak baik,
semuanya baik karena memiliki tujuan yang sama yakni untuk membuat sasaran dan
tujuan pendidikan tercapai. Hanya saja setiap kurikulum pasti memiliki
kekurangan dan kelebihannya masing-masing.
Terlepas dari
hal itu, sebagai seorang tenaga pendidik yang profesional kita harus bisa
mencapai tujuan pendidikan secara maksimal apapun kurikulum yang berlaku.
Karena guru merupakan kunci utama dalam pelaksanaan kurikulum, maka sudah
seharusnya seorang guru memahami seluk beluk kurikulum. Hal ini perlu dilakukan
karena dalam skala kecil guru juga merupakan seorang pengembang kurikulum bagi
kelasnya. Hal ini juga akan mempengaruhi masa depan bangsa, dimana para
generasi muda perlu mengecap pendidikan yang bermutu sehingga masa depan bangsa
dapat terjamin. Untuk menciptakan pendidikan yang bermutu diperlukan guru yang
berkompeten dan alat penunjang untuk mencapai tujuan pendidikan yakni
kurikulum. Lantas bagaimanakah implementasi Kurikulum 2013 dalam pendidikan di
Indonesia? sebelum kita membahas hal tersebut, alangkah baiknya kita mengetahui
terlebih dahulu apa itu kurikulum? dan sejarah kurikulum?
Perkataan
kurikulum dikenal sebagai suatu istilah dalam dunia pendidikan sejak kurang
lebih satu abad yang lampau. Istilah kurikulum baru timbul untuk pertama
kalinya dalam kamus tahun 1856. Artinya pada waktu itu ialah: “1. a race course; a place for running; a
chariot. 2. a course in general;
applied particulary to the course of study in university”. Maksudnya adalah
suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelarii atau kereta dalam perlombaan, dari
awal sampai akhir. Kurikulum juga “chariot”
semacam kereta pacu pada zaman dulu, yakni suatu alat yang membawa seseorang
dari “start” sampai “finish”.
Disamping
penggunaannya dalam bidang olah raga. Kurikulum juga kemudian di gunakan dalam
bidang pendidikan yakni sejumlah mata kuliah di Perguran Tinggi.
Dalam perkembangannya
banyak para ahli yang mendefinisikan kurikulum. Para ahli kurikulum modern
cenderung memberikan pengertian yang lebih luas, sehingga meliputi kegiatan
diluar kelas, bahkan juga mencakup segala sesuatu yang dapat mempengaruhi
kelakuan siswa, termasuk kebersihan kelas, pribadi guru, sikap petugas sekolah,
dan lain-lain. Namun definisi yang terlampau luas justru akan membuatnya tidak
fungsional. Hal ini sejalan dengan pendapat Hilda Taba bahwa definisi yang
terlampau luas mengaburkan pengertian kurikulum sehingga menghalangi pemikiran
dan pengolahan yang tajam tentang kurikulum. Maka Hilda Taba memilih posisi
yang tidak terlampau luas dan tidak pula terlampau sempit, karena definisi yang
sempit tidak lagi diterima oleh sekolah modern. Oleh karena itu Hilda Taba
dalam bukunya Curriculum Development,
Theory and Practice mengartikan kurikulum sebagai “a plan for learning”, yakni sesuatu yang direncanakan untuk
pelajaran anak.
Di Indonesia
sendiri istilah “kurikulum” baru populer sejak tahun lima puluhan, yang
dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Dalam perkembangannya kurikulum dalam
Pendidikan di Indonesia sudah mengalami beberapa kali perubahan. Kurikulum yang
pertama lahir di Indonesia setelah kemerdekaan ialah kurikulum Rencana
Pelajaran 1947 dimana kurikulum ini merupakan pengganti sistem pendidikan
kolonial Belanda dengan mengurangi kecerdasan intelektual. Setelah itu
kurikulum tersebut mengalami penyempurnaan dan digantikan oleh kurikulum 1952,
ciri yang menonjol dari kurikulum ini yaitu rencana pelajaran sehari-hari.
Kemudian di
penghujung era pemerintahan Presiden Soekarno menjelang tahun 1964, kurikulum
1952 mengalami penyempurnaan kembali dan digantikan dengan kurikulum 1964,
pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 ialah bahwa pemerintah mempunyai keinginan
agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD,
sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Panchawardhana, yaitu: daya
cipta, rasa, karsa, karya dan moral.
Setelah 4 tahun
lahirlah kurikulum 1968 sebagai perubahan dari kurikulum 1964, kurikulum ini
menekankan pendekatan oraganisasi materi pelajaran menjadi kelompok pembinaan
jiwa Pancasila. Lalu diganti kembali menjadi kurikulum 1975/1976, kurikuum 1975
untuk SD/SMP dan SMA sedangkan kurikulum 1976 untuk Sekolah Keguruan dan
Sekolah Menengah Kejuruan (STM, SMEA).
Kurikulum 1975 digantikan oleh kurikulum 1984 yang tidak lama kemudian
digantikan lagi oleh kurikulum 1994. Hal ini dikarenakan proses pembelajaran
kurikulum 1984 yang berorientasi pada teori belajar mengajar, kurang
memperhatikan muatan (isi) pelajaran.
Kurikulum 1994
perlu disempurnakan lagi menjadi kurikulum 2002, yang diberi nama Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Pendidikan Berbasis Kompetensi menitikberatkan pada pengembangan
kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan
standar kinerja yang telah ditetapkan.
Pada tahun 2006
diberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai pengganti
kurikulum sebelumnya. Dengan terbitnya Peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan, pemerintah telah mendorong penyelenggara
pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan
dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan.
Kemudian saat
ini diberlakukan Kurikulum 2013 sebagai pengganti KTSP. Kurikulum 2013 sendiri
merupakan tindak lanjut dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang pernah
diujicobakan pada tahun 2004. Kurikulum 2013 memiliki pengertian sebagai sebuah
kurikulum yang dikembangkan untuk meningkatkan dan menyeimbangkan kemampuan soft skill dan hard skill yang berupa sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Dalam
hal ini, kurikulum 2013 berusaha untuk lebih menanamkan nilai-nilai yang
tercermin pada sikap sehingga dapat berbanding lurus dengan keterampilan yang
diperoleh peserta didik melalui pengetahuan di bangku sekolah. Dengan kata
lain, antara soft skill dan hard skill data tertanam secara
seimbang, berdampingan, dan mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan menerapkan Kurikulum 2013 diharapkan peserta didik dapat memiliki
kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan yang meningkat dan berkembang
sesuai dengan jenjang pendidikan yang telah ditempuhnya. Dimana hal ini akan
mempengaruhi dan menentukan masa depannya kelak, apakah ia akan menjadi orang
yang sukses atau sebaliknya.
Tujuan dan fungsi kurikulum 2013 mengacu pada
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam
undang-undang Sisdiknas ini disebutkan bahwa fungsi kurikulum ialah
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermatabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Sementara tujuannya, yaitu
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Tema dari Kurikulum
2013 adalah menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan
afektif yang melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang
terintegrasi. Untuk mewujudkan hal tersebut dalam implementasi Kurikulum 2013,
guru dituntut untuk bekerja secara profesional yakni dalam:
1.
Merancang Pembelajaran
Efektif dan Bermakna.
Dalam
hal ini, guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat
ketika peserta didik belum dapat membentuk kompetensi dasar, apakah kegiatan
pembelajaran tersebut harus dihentikan, diubah metodenya, atau mengulang dulu
pembelajaran yang lalu. Oleh karenanya, guru harus menguasai prinsip-prinsip
pembelajaran, pemilihan dan penggunaan media pembelajaran, pemilihan dan
penggunaan metode pembalajaran, keterampilan menilai hasil-hasil belajar
peserta didik, serta memilih dan menggunakan strategi atau pendekatan
pembelajaran. Merancang pembelajaran yang efektif dan bermakna dapat dilakukan
setiap guru dengan prosedur sebagai berikut: 1) pemanasan dan apersepsi, 2)
eksplorasi, 3) konsolidasi pembelajaran, 4) pembentukan sikap, kompetensi dan
karakter, 5) penilaian formatif.
2.
Mengorganisasikan
Pembelajaran
Implementasi
Kurikulum 2013 menuntut guru untuk mengorganisasikan pembelajaran secara
efektif. Sedikitnya terdapat lima hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan
pengorganisasian pembelajaran dalam implementasi kurikulum 2013, yaitu
pelaksanaan pembelajaran, pengadaan dan pembinaan tenaga ahli, pendayagunaan
lingkungan dan sumber daya masyarakat, serta pengembangan dan penataan
kebijakan.
3.
Memilih dan
Menentukan Pendekatan Pembelajaran
Disamping
menggunakan pendekatan pedagogi, pelaksanaan pembelajaran dalam implementasi
K13 berbasis kompetensi dianjurkan juga untuk menggunakan pendekatan andragogi,
yang berbeda dengan pedagogi, terutama dalam pandangannya terhadap peserta
didik. Pendekatan pembelajaran merupakan alternative pembinaan peserta didik,
melalui penanaman berbagai kompetensi yang berorientasi pada karakteristik,
kebutuhan dan pengalaman peseta didik, serta melibatkannya dalam proses
pembelajaran seoptimal mungkin, agar setelah menamatkan suatu program
pendidikan mereka memiliki kepribadian yang kukuh dan siap mengikuti berbagai
perubahan. Implementasi K13 berbasis kompetensi dalam pembelajaran dapat
dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pendekatan tersebut antara lain
pendekatan pelajaran kontekstual (contextual teaching and learning), bermain
peran, pembelajaran partisipatif (participative teaching and learning), belajar
tuntas (mastery learning), dan pembelajaran kontruktivisme (contructivism
teaching and learning).
4.
Melaksanakan
Pembelajaran, Pembentukan Kompetensi, dan Karakter
Pembelajaran
dalam menyukseskan implementasi kurikulum 2013 merupakan keseluruhan proses
belajar, pembentukan kompetensi, dan karakter peserta didik yang direncanakan.
Untuk kepentingan tersebut, kompetensi inti, kompetensi dasar, materi standar,
indicator hasil belajar, dan waktu yang diperlukan harus ditetapkan sesuai
dengan kepentingan pembelajran sehingga peserta didik diharapkan memperoleh
kesempatan dan pengalaman belajar yang optimal. Pada umumnya, kegiatan
pembelajaran mencakup kegiatan awal atau pembukaan, kegiatan inti atau
pembentukan kompetensi dan karakter, seta kegiatan akhir atau penutup.
5.
Menetapkan
Kriteria Keberhasilan
Keberhasilan
implementsi kurikulum 2013 dalam pebentukan kompetensi dan karakter peserta
didik dapat dilihat dari segi proses dan dai segi hasil. Dari segi proses,
pembentukan kompetensi dan karakter dikatakan berhasil dan berkualitas apabila
(75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun social
dalam proses pembelajaran, disamping menunjukkan kegairahan belajar yang
tinggi, semangat belajar yang besar, dan rasa percaya pada diri sendiri.
Sedangkan dari segi hasil proses pembentukan kompetensi dan karakter dikatakan
berhasil apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri peserta
didik setidaknya (75%). Lebih lanjut pembentukan kompetensi dan karakter
dikatakan berhasil dan berkualitas apabila masukan merata, penghasilan output
yang banyak dan bermutu tinggi, serta sesuai dengan kebutuhan, perkembangan
masyarakat dan pembangunan. Keberhasilan implementasi Kurikulum 2013 berbasis
kompetensi dan karakter dapat dilihat dalam jangka pendek, jangka menengah dan
jangka panjang.
Selain hal
tersebut, penataan penilaian dalam implementasi Kurikulum 2013 juga sama
pentingnya. Karena implementasi Kurikulum 2013 yang sarat dengan karakter dan
kompetensi, hendaknya disertai dengan penilaian secara utuh, terus-menerus, dan
berkesinambungan, agar dapat mengungkap berbagai aspek yang diperlukan dalam
mengambil suatu keputusan. Adapun dalam hal ini kita akan memfokuskan pada
berbagai permasalahan yang berkaitan dengan:
1.
Penataan
Penilaian
Salah
satu aspek yang dijadikan ajang perubahan dan penataan dalam kaitannya dengan
implementasi kurikulum 2013 adalah penataan standar penilaian. Penataan
tersebut disesuaikan dengan penataan yang dilakukan pada standar isi, standar
kompeensi lulusan da standar proses. Penataan penilaian tersebut tetap bermuara
dan berfokus pada pembelajaran, karena pembelajaran merupakan inti dari
implementsi kurikulum. Pembelajaran sebagai inti dari implementasi kurikulum
dalam garis besarnya menyangkut tiga fungsi manajerial, yaitu perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian.
2.
Penilaian
Kurikulum
Penilaian
Kurikulum harus mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara utuh
da proporsional, sesuai dengan kompetensi yang telah ditentukan. Selebihnya,
beberapa ketentuan tentang penilaian atau evaluasi kurikulum terdapat dalam PP
Nomor 32 Tahun 2013 tentang Penataan Standar Nasional Pendidikan. Untuk dapat
mendapatkan data yang lengkap tentang penilaian kurikulum dapt dilakkukan
dengan menilai rancangan kurikulum dan menilai pengembangan kuriikulum dikelas.
3.
Penilaian Proses
Pembelajaran
Penilaian
proses dimaksudkan untuk menilai kualitas pembelajaran serta internalisasi
karakter dan pembentukan kompetensi peserta didik, termasuk bagaimana
tujuan-tujuan belajar direalisasikan. Penilaian proses dilakukan untuk menilai
aktivitas, kreativitas, dan keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran,
terutama keterlibatan mental, emosional, dan social dalam pembentukan
kompetensi serta karakteristik peserta didik. Penilaian proses dapat dilakukan
dengan pengamatan (observasi) dan refleksi. Dalam implementasi Kurikulum 2013,
penilaian proses harus ditujukkan untuk memperbaiki program pembelajaran dan
peningkatan kualitas layanan kepada psserta didik.
4.
Penilaian Unjuk
Kerja
Dalam
hal ini peserta didik diamati dan dinilai bagaimana mereka dapat bergaul;
bagaimana mereka dapat bersosialisasi di masyarakat; dan bagaimana mereka
menerapkan pembelajaran dikelas dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hubungannya
dengan penilaian unjuk kerja, Leighbody mengemukakan elemen-elemen kinerja yang
dapat diukur: 1) kualitas penyelesaian pekerjaan 2) keterampilan menggunakan
alat-alat, 3) kemampuan menganalisis dan merencanakan prosedur kerja sampai
selesai, 4) kemampuan mengambil keputusan berdasarkan aplikasi informasi yang
diberikan, dan 5) kemampuan membaca, menggunakan diagram, gambar-gambar, dan
symbol-simbol.
5.
Penilaian
Karakter
Penilaian
karakter dimaksudkan untuk mendeteksi karakter yang terbentuk dalam diri
peserta didik melalui pembelajaran yang telah diikutinya. Hasil penilaian
haarus dapat digunakan untuk memprediksi karakter peserta didik, terutama dalam
penyelesaian pendidikan, dan kehidupannya di masyarakat kelak.
6.
Penilaian
Portofolio
Penilaian
portofolio adalah penilaian terhadap seluruh tugas yang dikerjakan peserta
didik dalam mata pelajaran tertentu. Penilaian ini dalam kurikulum 2013 harus
dilakukan secara utuh dan berkesinambungan, sera mencakup seluruh kompetensi
inti yang dikembangkan.
7.
Penilaian
Ketuntasan Belajar
Penilaian
ini ditetapkan berdasarkan Ketuntasan Kriteria Minimal (KKM) dengan
mempertimbangkan tiga komponen yakni: 1) kompleksitas materi dan kompetensi
yang harus dikuasai, 2) daya dukung, dan 3) kemampuan awal peserta didik.
8.
UN dalam
Imlementasi Kurikulum 2013
Ujian Nasional
merupakan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan untuk menentukan standar
mutu pendidikan. Namun dalam pelaksanaannya kebijakan tersebut sering
dipolitisir untuk kepentingan kekuasaan. Oleh karenanya, sejak UN digulirkan
telah banyak menuai badai yang menimbulkan berbagai permasalahan dalam
implementasinya di lapangan. Kondisi ini telah banyak mendorong masyarakat
untuk mennolak adanya kebijakan UN. Meskipun demikian, pemerintah tetap
menggelar UN dalam implementasi Kurikulum 2013. Dalam hal ini, jangan sampai
kita salah menafsirkan, karena permasalahan pokok yang sebenarnya bukan pada
ujian nasional, tetapi karena hasilnyalah yang dijadikan ukuran keberhasilan
pemerintah daerah, sehingga banyak yang dipolitisir untuk kepentingan sesaat.
Hal ini juga karena pemerintah menetapkan nilai minimal yang harus dicapai
dalam kelulusan. Sehingga menyebabkan sebagian besar lembaga pendidikan hanya
berupaya dalam mengantarkan peseta didiknya untuk mencapai keberhasilan UN.
Padahal materi yang diuji dalam UN hanya mencakup aspek kognitif saja, sedangkan
aspek psikomotorik, afektif, social, emosional, karakter, moral, dan spiritual
seperti diabaikan. Seperti yang kita ketahui bahwa dalam Kurikulum 2013 lebih
menekankan pada aspek-aspek tersebut. Terlepas dari hal tersebut, melalui nilai
UN, pemerintah memiliki kepentingan untuk mengetahui kemampuan lulusan
pendidikan dari berbagai jenis dan jenjang pendidikan dalam bidang kajian
tertentu, sebagai indicator keberhasilan system pendidikan.
Berdasarkan
uraian di atas, Implementasi Kurikulum 2013 dalam pendidikan di Indonesia
sangat menuntut profesionalisme tenaga pendidiknya, terutama kompetensinya.
Serta membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang proses
pembelajaran. Karena K13 menuntut peserta didik berhasil dalam segala aspek
baik itu kognitif, afektif, dan psikomotoriknya. Secara konsep K13 bagus,
karena kurikulum ini lebih menekankan pada aspek afektif atau sikap. Namun,
dalam evaluasinya K13 masih menggunakan UN padahal evaluasi tersebut tidak
sesuai dengan konsep K13 karena hanya menguji kognitif saja. Tetapi, seperti
yang sudah kita bahas sebelumnya pokok permasalahannya bukan pada UN, melainkan
pada hal lain. Justru hal penting yang harus kita pikirkan tekait UN dalam K13
adalah bagaimana agar pendidikan nasional ini tetap menjadi alat pemersatu
bangsa. Persoalannya bagaimana bisa mengetahui pendidikan diberbagai wilayah,
kalau tidak dilakukan UN, dan standardisasi pendidikan. Oleh karenanya UN
diberlakukan agar pemerintah dapat mengontrol perkembangan pendidikan di
berbagai wilayah, sehingga tidak terjadi perbedaan yang mencolok.
SUMBER
Fadillah,
M. 2014. Implementasi Kurikulum 2013.
Yogyakarta. Ar-ruzz Media.
Hidayat,
Soleh.2013. Pengembangan Kurikulum Baru.
Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Mulyasa,
E. 2014. Pengembangan dan Implementasi
Kurikulum 2013 (Cetakan Keempat). Bandung:
PT Remaja Rosda Karya.
Nasution.
2003. Asas-asas Kurikulum (Cetakan
Kelima). Jakarta: PT Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar