Senin, 19 Desember 2016

IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DALAM PENDIDIKAN DI INDONESIA



Membahas mengenai kurikulum dalam dunia pendidikan merupakan hal yang tidak akan ada habisnya, karena kurikulum akan terus berkembang menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Dalam sejarah pendidikan di negara kita ini, Indonesia sudah beberapa kali mengadakan perubahan dan perbaikan kurikulum yang bertujuan untuk menyesuaikannya dengan perkembangan dan kemajuan zaman, guna mencapai hasil yang maksimal. Mengembangkan kurikulum bukanlah pekerjaan yang mudah karena banyak hal yang harus dipertimbangkan. Praktek Pendidikan di sekolah senantiasa jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan teori kurikulum.
Seperti yang kita ketahui saat ini Indonesia telah menggunakan K13 secara serempak pada bulan Juni lalu. Namun pada kenyataanya masih ada sekolah yang menggunakan KTSP, mengapa hal ini bisa terjadi? Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu faktor penyebabnya yakni karena masyarakat dan tenaga pendidik sudah merasa nyaman dengan kurikulum yang berlaku sebelumnya yaitu KTSP. Ini merupakan hal yang wajar karena negara kita sudah menggunakan KTSP dalam jangka waktu yang lama sejak tahun 2006 silam. Karena hal tersebut banyak pro dan kontra di kalangan masyarakat dan dunia pendidikan mengenai kurikulum KTSP dan K13. Sehingga banyak orang yang bertanya-tanya kurikulum mana yang lebih baik dari kedua kurikulum tersebut? Sebenarnya tidak ada kurikulum yang tidak baik, semuanya baik karena memiliki tujuan yang sama yakni untuk membuat sasaran dan tujuan pendidikan tercapai. Hanya saja setiap kurikulum pasti memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing.
Terlepas dari hal itu, sebagai seorang tenaga pendidik yang profesional kita harus bisa mencapai tujuan pendidikan secara maksimal apapun kurikulum yang berlaku. Karena guru merupakan kunci utama dalam pelaksanaan kurikulum, maka sudah seharusnya seorang guru memahami seluk beluk kurikulum. Hal ini perlu dilakukan karena dalam skala kecil guru juga merupakan seorang pengembang kurikulum bagi kelasnya. Hal ini juga akan mempengaruhi masa depan bangsa, dimana para generasi muda perlu mengecap pendidikan yang bermutu sehingga masa depan bangsa dapat terjamin. Untuk menciptakan pendidikan yang bermutu diperlukan guru yang berkompeten dan alat penunjang untuk mencapai tujuan pendidikan yakni kurikulum. Lantas bagaimanakah implementasi Kurikulum 2013 dalam pendidikan di Indonesia? sebelum kita membahas hal tersebut, alangkah baiknya kita mengetahui terlebih dahulu apa itu kurikulum? dan sejarah kurikulum?
Perkataan kurikulum dikenal sebagai suatu istilah dalam dunia pendidikan sejak kurang lebih satu abad yang lampau. Istilah kurikulum baru timbul untuk pertama kalinya dalam kamus tahun 1856. Artinya pada waktu itu ialah: “1. a race course; a place for running; a chariot. 2. a course in general; applied particulary to the course of study in university”. Maksudnya adalah suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelarii atau kereta dalam perlombaan, dari awal sampai akhir. Kurikulum juga “chariot” semacam kereta pacu pada zaman dulu, yakni suatu alat yang membawa seseorang dari “start” sampai “finish”.
Disamping penggunaannya dalam bidang olah raga. Kurikulum juga kemudian di gunakan dalam bidang pendidikan yakni sejumlah mata kuliah di Perguran Tinggi.
Dalam perkembangannya banyak para ahli yang mendefinisikan kurikulum. Para ahli kurikulum modern cenderung memberikan pengertian yang lebih luas, sehingga meliputi kegiatan diluar kelas, bahkan juga mencakup segala sesuatu yang dapat mempengaruhi kelakuan siswa, termasuk kebersihan kelas, pribadi guru, sikap petugas sekolah, dan lain-lain. Namun definisi yang terlampau luas justru akan membuatnya tidak fungsional. Hal ini sejalan dengan pendapat Hilda Taba bahwa definisi yang terlampau luas mengaburkan pengertian kurikulum sehingga menghalangi pemikiran dan pengolahan yang tajam tentang kurikulum. Maka Hilda Taba memilih posisi yang tidak terlampau luas dan tidak pula terlampau sempit, karena definisi yang sempit tidak lagi diterima oleh sekolah modern. Oleh karena itu Hilda Taba dalam bukunya Curriculum Development, Theory and Practice mengartikan kurikulum sebagai “a plan for learning”, yakni sesuatu yang direncanakan untuk pelajaran anak.
Di Indonesia sendiri istilah “kurikulum” baru populer sejak tahun lima puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di Amerika Serikat.  Dalam perkembangannya kurikulum dalam Pendidikan di Indonesia sudah mengalami beberapa kali perubahan. Kurikulum yang pertama lahir di Indonesia setelah kemerdekaan ialah kurikulum Rencana Pelajaran 1947 dimana kurikulum ini merupakan pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda dengan mengurangi kecerdasan intelektual. Setelah itu kurikulum tersebut mengalami penyempurnaan dan digantikan oleh kurikulum 1952, ciri yang menonjol dari kurikulum ini yaitu rencana pelajaran sehari-hari.
Kemudian di penghujung era pemerintahan Presiden Soekarno menjelang tahun 1964, kurikulum 1952 mengalami penyempurnaan kembali dan digantikan dengan kurikulum 1964, pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 ialah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Panchawardhana, yaitu: daya cipta, rasa, karsa, karya dan moral.
Setelah 4 tahun lahirlah kurikulum 1968 sebagai perubahan dari kurikulum 1964, kurikulum ini menekankan pendekatan oraganisasi materi pelajaran menjadi kelompok pembinaan jiwa Pancasila. Lalu diganti kembali menjadi kurikulum 1975/1976, kurikuum 1975 untuk SD/SMP dan SMA sedangkan kurikulum 1976 untuk Sekolah Keguruan dan Sekolah Menengah Kejuruan (STM, SMEA).  Kurikulum 1975 digantikan oleh kurikulum 1984 yang tidak lama kemudian digantikan lagi oleh kurikulum 1994. Hal ini dikarenakan proses pembelajaran kurikulum 1984 yang berorientasi pada teori belajar mengajar, kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran.
Kurikulum 1994 perlu disempurnakan lagi menjadi kurikulum 2002, yang diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi. Pendidikan Berbasis Kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar kinerja yang telah ditetapkan.
Pada tahun 2006 diberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai pengganti kurikulum sebelumnya. Dengan terbitnya Peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pemerintah telah mendorong penyelenggara pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan.
Kemudian saat ini diberlakukan Kurikulum 2013 sebagai pengganti KTSP. Kurikulum 2013 sendiri merupakan tindak lanjut dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang pernah diujicobakan pada tahun 2004. Kurikulum 2013 memiliki pengertian sebagai sebuah kurikulum yang dikembangkan untuk meningkatkan dan menyeimbangkan kemampuan soft skill dan hard skill yang berupa sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Dalam hal ini, kurikulum 2013 berusaha untuk lebih menanamkan nilai-nilai yang tercermin pada sikap sehingga dapat berbanding lurus dengan keterampilan yang diperoleh peserta didik melalui pengetahuan di bangku sekolah. Dengan kata lain, antara soft skill dan hard skill data tertanam secara seimbang, berdampingan, dan mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menerapkan Kurikulum 2013 diharapkan peserta didik dapat memiliki kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan yang meningkat dan berkembang sesuai dengan jenjang pendidikan yang telah ditempuhnya. Dimana hal ini akan mempengaruhi dan menentukan masa depannya kelak, apakah ia akan menjadi orang yang sukses atau sebaliknya.
            Tujuan dan fungsi kurikulum 2013 mengacu pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam undang-undang Sisdiknas ini disebutkan bahwa fungsi kurikulum ialah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Sementara tujuannya, yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tema dari Kurikulum 2013 adalah menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif yang melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Untuk mewujudkan hal tersebut dalam implementasi Kurikulum 2013, guru dituntut untuk bekerja secara profesional yakni dalam:
1.      Merancang Pembelajaran Efektif dan Bermakna.
Dalam hal ini, guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat ketika peserta didik belum dapat membentuk kompetensi dasar, apakah kegiatan pembelajaran tersebut harus dihentikan, diubah metodenya, atau mengulang dulu pembelajaran yang lalu. Oleh karenanya, guru harus menguasai prinsip-prinsip pembelajaran, pemilihan dan penggunaan media pembelajaran, pemilihan dan penggunaan metode pembalajaran, keterampilan menilai hasil-hasil belajar peserta didik, serta memilih dan menggunakan strategi atau pendekatan pembelajaran. Merancang pembelajaran yang efektif dan bermakna dapat dilakukan setiap guru dengan prosedur sebagai berikut: 1) pemanasan dan apersepsi, 2) eksplorasi, 3) konsolidasi pembelajaran, 4) pembentukan sikap, kompetensi dan karakter, 5) penilaian formatif.
2.      Mengorganisasikan Pembelajaran
Implementasi Kurikulum 2013 menuntut guru untuk mengorganisasikan pembelajaran secara efektif. Sedikitnya terdapat lima hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan pengorganisasian pembelajaran dalam implementasi kurikulum 2013, yaitu pelaksanaan pembelajaran, pengadaan dan pembinaan tenaga ahli, pendayagunaan lingkungan dan sumber daya masyarakat, serta pengembangan dan penataan kebijakan.
3.      Memilih dan Menentukan Pendekatan Pembelajaran
Disamping menggunakan pendekatan pedagogi, pelaksanaan pembelajaran dalam implementasi K13 berbasis kompetensi dianjurkan juga untuk menggunakan pendekatan andragogi, yang berbeda dengan pedagogi, terutama dalam pandangannya terhadap peserta didik. Pendekatan pembelajaran merupakan alternative pembinaan peserta didik, melalui penanaman berbagai kompetensi yang berorientasi pada karakteristik, kebutuhan dan pengalaman peseta didik, serta melibatkannya dalam proses pembelajaran seoptimal mungkin, agar setelah menamatkan suatu program pendidikan mereka memiliki kepribadian yang kukuh dan siap mengikuti berbagai perubahan. Implementasi K13 berbasis kompetensi dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pendekatan tersebut antara lain pendekatan pelajaran kontekstual (contextual teaching and learning), bermain peran, pembelajaran partisipatif (participative teaching and learning), belajar tuntas (mastery learning), dan pembelajaran kontruktivisme (contructivism teaching and learning).
4.      Melaksanakan Pembelajaran, Pembentukan Kompetensi, dan Karakter
Pembelajaran dalam menyukseskan implementasi kurikulum 2013 merupakan keseluruhan proses belajar, pembentukan kompetensi, dan karakter peserta didik yang direncanakan. Untuk kepentingan tersebut, kompetensi inti, kompetensi dasar, materi standar, indicator hasil belajar, dan waktu yang diperlukan harus ditetapkan sesuai dengan kepentingan pembelajran sehingga peserta didik diharapkan memperoleh kesempatan dan pengalaman belajar yang optimal. Pada umumnya, kegiatan pembelajaran mencakup kegiatan awal atau pembukaan, kegiatan inti atau pembentukan kompetensi dan karakter, seta kegiatan akhir atau penutup.
5.      Menetapkan Kriteria Keberhasilan
Keberhasilan implementsi kurikulum 2013 dalam pebentukan kompetensi dan karakter peserta didik dapat dilihat dari segi proses dan dai segi hasil. Dari segi proses, pembentukan kompetensi dan karakter dikatakan berhasil dan berkualitas apabila (75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun social dalam proses pembelajaran, disamping menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar, dan rasa percaya pada diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil proses pembentukan kompetensi dan karakter dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri peserta didik setidaknya (75%). Lebih lanjut pembentukan kompetensi dan karakter dikatakan berhasil dan berkualitas apabila masukan merata, penghasilan output yang banyak dan bermutu tinggi, serta sesuai dengan kebutuhan, perkembangan masyarakat dan pembangunan. Keberhasilan implementasi Kurikulum 2013 berbasis kompetensi dan karakter dapat dilihat dalam jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
Selain hal tersebut, penataan penilaian dalam implementasi Kurikulum 2013 juga sama pentingnya. Karena implementasi Kurikulum 2013 yang sarat dengan karakter dan kompetensi, hendaknya disertai dengan penilaian secara utuh, terus-menerus, dan berkesinambungan, agar dapat mengungkap berbagai aspek yang diperlukan dalam mengambil suatu keputusan. Adapun dalam hal ini kita akan memfokuskan pada berbagai permasalahan yang berkaitan dengan:
1.      Penataan Penilaian
Salah satu aspek yang dijadikan ajang perubahan dan penataan dalam kaitannya dengan implementasi kurikulum 2013 adalah penataan standar penilaian. Penataan tersebut disesuaikan dengan penataan yang dilakukan pada standar isi, standar kompeensi lulusan da standar proses. Penataan penilaian tersebut tetap bermuara dan berfokus pada pembelajaran, karena pembelajaran merupakan inti dari implementsi kurikulum. Pembelajaran sebagai inti dari implementasi kurikulum dalam garis besarnya menyangkut tiga fungsi manajerial, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian.
2.      Penilaian Kurikulum
Penilaian Kurikulum harus mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara utuh da proporsional, sesuai dengan kompetensi yang telah ditentukan. Selebihnya, beberapa ketentuan tentang penilaian atau evaluasi kurikulum terdapat dalam PP Nomor 32 Tahun 2013 tentang Penataan Standar Nasional Pendidikan. Untuk dapat mendapatkan data yang lengkap tentang penilaian kurikulum dapt dilakkukan dengan menilai rancangan kurikulum dan menilai pengembangan kuriikulum dikelas.
3.      Penilaian Proses Pembelajaran
Penilaian proses dimaksudkan untuk menilai kualitas pembelajaran serta internalisasi karakter dan pembentukan kompetensi peserta didik, termasuk bagaimana tujuan-tujuan belajar direalisasikan. Penilaian proses dilakukan untuk menilai aktivitas, kreativitas, dan keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran, terutama keterlibatan mental, emosional, dan social dalam pembentukan kompetensi serta karakteristik peserta didik. Penilaian proses dapat dilakukan dengan pengamatan (observasi) dan refleksi. Dalam implementasi Kurikulum 2013, penilaian proses harus ditujukkan untuk memperbaiki program pembelajaran dan peningkatan kualitas layanan kepada psserta didik.
4.      Penilaian Unjuk Kerja
Dalam hal ini peserta didik diamati dan dinilai bagaimana mereka dapat bergaul; bagaimana mereka dapat bersosialisasi di masyarakat; dan bagaimana mereka menerapkan pembelajaran dikelas dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hubungannya dengan penilaian unjuk kerja, Leighbody mengemukakan elemen-elemen kinerja yang dapat diukur: 1) kualitas penyelesaian pekerjaan 2) keterampilan menggunakan alat-alat, 3) kemampuan menganalisis dan merencanakan prosedur kerja sampai selesai, 4) kemampuan mengambil keputusan berdasarkan aplikasi informasi yang diberikan, dan 5) kemampuan membaca, menggunakan diagram, gambar-gambar, dan symbol-simbol.
5.      Penilaian Karakter
Penilaian karakter dimaksudkan untuk mendeteksi karakter yang terbentuk dalam diri peserta didik melalui pembelajaran yang telah diikutinya. Hasil penilaian haarus dapat digunakan untuk memprediksi karakter peserta didik, terutama dalam penyelesaian pendidikan, dan kehidupannya di masyarakat kelak.
6.      Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio adalah penilaian terhadap seluruh tugas yang dikerjakan peserta didik dalam mata pelajaran tertentu. Penilaian ini dalam kurikulum 2013 harus dilakukan secara utuh dan berkesinambungan, sera mencakup seluruh kompetensi inti yang dikembangkan.
7.      Penilaian Ketuntasan Belajar
Penilaian ini ditetapkan berdasarkan Ketuntasan Kriteria Minimal (KKM) dengan mempertimbangkan tiga komponen yakni: 1) kompleksitas materi dan kompetensi yang harus dikuasai, 2) daya dukung, dan 3) kemampuan awal peserta didik.
8.      UN dalam Imlementasi Kurikulum 2013
Ujian Nasional merupakan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan untuk menentukan standar mutu pendidikan. Namun dalam pelaksanaannya kebijakan tersebut sering dipolitisir untuk kepentingan kekuasaan. Oleh karenanya, sejak UN digulirkan telah banyak menuai badai yang menimbulkan berbagai permasalahan dalam implementasinya di lapangan. Kondisi ini telah banyak mendorong masyarakat untuk mennolak adanya kebijakan UN. Meskipun demikian, pemerintah tetap menggelar UN dalam implementasi Kurikulum 2013. Dalam hal ini, jangan sampai kita salah menafsirkan, karena permasalahan pokok yang sebenarnya bukan pada ujian nasional, tetapi karena hasilnyalah yang dijadikan ukuran keberhasilan pemerintah daerah, sehingga banyak yang dipolitisir untuk kepentingan sesaat. Hal ini juga karena pemerintah menetapkan nilai minimal yang harus dicapai dalam kelulusan. Sehingga menyebabkan sebagian besar lembaga pendidikan hanya berupaya dalam mengantarkan peseta didiknya untuk mencapai keberhasilan UN. Padahal materi yang diuji dalam UN hanya mencakup aspek kognitif saja, sedangkan aspek psikomotorik, afektif, social, emosional, karakter, moral, dan spiritual seperti diabaikan. Seperti yang kita ketahui bahwa dalam Kurikulum 2013 lebih menekankan pada aspek-aspek tersebut. Terlepas dari hal tersebut, melalui nilai UN, pemerintah memiliki kepentingan untuk mengetahui kemampuan lulusan pendidikan dari berbagai jenis dan jenjang pendidikan dalam bidang kajian tertentu, sebagai indicator keberhasilan system pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas, Implementasi Kurikulum 2013 dalam pendidikan di Indonesia sangat menuntut profesionalisme tenaga pendidiknya, terutama kompetensinya. Serta membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang proses pembelajaran. Karena K13 menuntut peserta didik berhasil dalam segala aspek baik itu kognitif, afektif, dan psikomotoriknya. Secara konsep K13 bagus, karena kurikulum ini lebih menekankan pada aspek afektif atau sikap. Namun, dalam evaluasinya K13 masih menggunakan UN padahal evaluasi tersebut tidak sesuai dengan konsep K13 karena hanya menguji kognitif saja. Tetapi, seperti yang sudah kita bahas sebelumnya pokok permasalahannya bukan pada UN, melainkan pada hal lain. Justru hal penting yang harus kita pikirkan tekait UN dalam K13 adalah bagaimana agar pendidikan nasional ini tetap menjadi alat pemersatu bangsa. Persoalannya bagaimana bisa mengetahui pendidikan diberbagai wilayah, kalau tidak dilakukan UN, dan standardisasi pendidikan. Oleh karenanya UN diberlakukan agar pemerintah dapat mengontrol perkembangan pendidikan di berbagai wilayah, sehingga tidak terjadi perbedaan yang mencolok.


SUMBER

Fadillah, M. 2014. Implementasi Kurikulum 2013. Yogyakarta. Ar-ruzz Media.
Hidayat, Soleh.2013. Pengembangan Kurikulum Baru. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Mulyasa, E. 2014. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013 (Cetakan Keempat). Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Nasution. 2003. Asas-asas Kurikulum (Cetakan Kelima). Jakarta: PT Bumi Aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar