Senin, 26 Desember 2016

Manusia Itu Baik

Manusia Itu Baik
Manusia itu baik, maka pertolongan akan selalu ada. Atas pemahaman itu maka orang tua perlu belajar menyediakan kesempatan bagi anak, untuk membantu orang tua memahami dunia mereka. Harapannya, mempercayai tiap anak akan membuat anak-anak percaya  diri dan sanggup mempercayai orang lain.
Demikian halnya terhadap anak yang mengalami autism. Kadang, orang tua menilai anak yang mengalami autisme tidak bisa melakukan apa pun. Nyatanya, tidak anak yang sama sekalil tidak bisa melakukan apa pun, sekalipun mereka yang cacat fisik. Lebih dari itu, binatang pun bisa dilatih untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang tidak umum dalam keseharian binatang, seperti; bermain bola, naik sepeda, dan lain-lain.
Karenanya, marilah kita belajar percaya bahwa anak yang mengalami autism juga punya potensi dan mampu mengaktualisasikan potensi itu di dalam aktivitas keseharian mereka. Untuk itu, kita perlu belajar mempercayai bahwa mereka bisa membantu kita mengenali dan memahami potensi yang mereka miliki, sehingga bisa dimanfaatkan guna membantu mereka mengembangkan perilaku nyata.
Contoh: 
Pada umumnya aktivitass buang air (besar atau kecil) sudah bisa dilatih sejak anak berusia 2-3 bulan. Tetapi, Karena tidak banyak orang tua atau pengasuh yang memahami, seringkali aktivitas buang air menjadi salah satu masalah yang merepotkan. Untuk itu, terutama yang bila kita hadapi adalah anak yang mengalami autisme, maka hal pertama yang perlu kita pahami adalah bagaimana pola dasar yang saat ini sudah terjadi. Tubuh kita memiliki sistem kerja tertentu yang konsisten dan sangat bisa diandalkan. Jadi, cobalah pelajari dalam satu hari kapan tubuh si anak melakukan proses pembuangan ini. Secara umum, buang air besar biasanya terjadi antara pagi hingga siang hari, mengingat sistem metabolisme tubuh umunya mengikuti siklus yang demikian. Untuk buang air kecil memang agak lebih sulit Karena biasanya lebih seriing gari buang air besar dan juga dipengaruhi seberapa banyak cairan yang masuk dan seberapa banyak cairan yang keluar berupa keringat. Setelah kita mengenali pola tubuh anak dalam hal buang air itu, barulah kita coba membiasakan si anak untuk buang air di WC. Caranya, pada saat sekitar buang air, kita ajak ia ke WC untuk buang air. Tentu, untuk beberapa kasus, kita mungkin perlu melakukan adegan teatrikal tertentu supaya si anak bersedia ikut dan duduk di WC, serta bersedia bertahan cukup lama, sebelum proses pembuangan akhirnya terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar