Istilah takdir sudah tidak asing lagi di
telinga kita, kita sering mendengar seseorang berkata “itu mah sudah takdir,
terima saja” atau bahkan kita sendiri yang mengucapkan kalimat tersebut. Sampai
saat ini konsep takdir, selalu menjadi perdebatan dan pertanyaan banyak orang.
Bagi Umat Islam, Takdir merupakan bagian daripada Aqidah, karena merupakan
bagian daripada Iman terhadap Qadha dan Qadar, dimana kata Takdir ini merupakan
kata yang berasal dari Qadar. Karenanya, pemahaman tentang takdir ini sangat
penting bagi seorang muslim. Sebab, pemahaman akan takdir ini akan menentukan
arah dan sikap seorang muslim terhadap berbagai hal yang terjadi selama
hidupnya. Lantas apa sih makna yang sebenarnya dari takdir? Nah untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut, disini saya akan memaparkan pengertian dari
takdir.
Takdir berasal dari kata al
qodr yang menurut syariat adalah bahwasanya Allah swt mengetahui
ukuran-ukuran dan waktu-waktunya sejak azali, kemudian Dia swt mewujudkannya
dengan kekuasaan dan kehendak-Nya sesuai dengan ilmu-Nya. Dan Dia swt juga
menetapkannya di Lauh Mahfuzh sebelum menciptakannnya, sebagaimana disebutkan
didalam hadits, ”Yang pertama kali diciptakan Allah adalah pena. Dia swt
mengatakan kepadanya, ’Tulislah.’ Pena itu mengatakan, ’Apa yang aku tulis?’
Dia swt mengatakan, ’Tulislah segala sesuatu yang akan terjadi.” (Syarhul
aqidah al wasathiyah juz I hal 32, Maktabah Syamilah).
Tidak ada sesuatu pun yang terjadi
di alam ini tidak hanya pada manusia baik pada mahkluk hidup maupun benda mati,
yang bergerak maupun yang diam, yang kecil maupun yang besar, yang ghaib maupun
yang nyata kecuali sudah ditetapkan dan dituliskan oleh Allah swt di Lauh
Mahfuzh.
Mengenai takdir ini, terdapat 3 golongan
yang memahaminya secara berbeda. Golongan pertama, yang berpendapat bahwa
manusia itu tidak bebas sama sekali, apa yang kita lakukan, sudah ditentukan
oleh ALLAH. Golongan yang kedua, berpendapat bahwa kita sangat bebas, apa pun
yang kita lakukan, tidak ada campur tangan Tuhan sama sekali. Dan golongan
terakhir yang berpendapat bahwa apa pun yang kita lakukan semuanya ada dalam
aturan-aturan Allah, ada campur tangan Allah, tapi kita pun memiliki pilihan
untuk melakukan sesuatu.
Dalam buku Pengajaran Agama Islam karya HAMKA,
disebutkan bahwa arti Qadha itu adalah aturan, sedangkan Qadar adalah ukuran.
Bahwa segala hal yang ada di muka bumi ini, tunduk pada hukum sebab-akibat. Pemahaman
terhadap Qadla dan Qadar itu sederhana saja. Apapun yang terjadi di bumi ini,
pasti ada sebabnya, bahkan kematian, rezeki dan jodoh pun tunduk pada hukum
ini. Dalam buku tersebut juga dikatakan bahwa hukum sebab-akibat ini lah yang
kemudian disebut dengan Sunatullah. Dalam ajaran Islam, segala yang ada di muka
bumi ini mengikuti Sunnatullah, aturan Allah. Itulah Qadha. Sedangkan Qadar
adalah ukuran dari aturan-aturan tersebut. Besar-kecil (ukuran) usaha atau
ikhtiar dalam mengikuti aturan tersebut akan menentukan hasil, karenanya hasil
dari usaha inilah yang disebut dengan takdir.
Saya tidak setuju dengan golongan yang
pertama. Bagi saya, campur tangan Allah itu ada pada aturan-aturan yang Dia
buat. Dan kita, sebagai manusia, ada dalam aturan-aturan tersebut, sehingga
kita pun tidak bebas sama sekali dari campur tangan Allah. Karenanya, saya pun
tidak sepakat dengan golongan yang kedua. Lalu, aturan yang seperti apa kah
yang sudah Allah tentukan ? Segala macam aturan. Tidak hanya tentang aturan
bagaimana hidup yang benar, tapi juga aturan-aturan terhadap alam semesta.
Umur, mati, sehat, sakit, tua, rusak, itulah aturan-aturan Allah.
Contoh sederhananya begini, kita tahu,
semakin tua umur suatu tali, akan semakin lapuk dan kemampuan untuk mengangkat
dan menahan bebannya pun akan semakin berkurang, inilah Qadha. Katakanlah, jika
dulu tali tersebut sanggup menahan berat 200 Kg selama berjam-jam, maka
sekarang tali tersebut hanya mampu menahan beban seberat 50 Kg, itupun kurang
dari 2 jam, inilah Qadar. Masalahnya adalah, kita tidak pernah tahu berapa
beban yang sanggup tali tersebut tahan dan berapa lama, yang kita tahu, bahwa
tali tersebut sudah tua dan lapuk. Karenanya, jika ingin selamat dari
kecelakaan, ketika mengangkat benda dengan tali, atau ketika kita
bergelantungan dengan tali, adalah dengan menghindari penggunaan tali yang tua
tersebut. Kita tidak bisa menantang aturan Allah dengan nekat menggunakan tali
tersebut dengan beban melebihi kemampuan tali. Karenanya, ketika kita nekat
menggunakan tali tersebut, kemudian kita celaka, tidak bisa kita
mengatakan,”Ini adalah ujian dari Allah…”, tidak seperti itu. Karena, Allah
sudah memberikan kepada manusia akal untuk digunakan memahami aturan-aturan
Allah tersebut, jika kemudian kita menentang akal kita sendiri, dan kemudian
terjadi kecelakaan, itu akibat kelakuan kita sendiri. Bukan karena Allah yang
melakukan. Karenanya, kita harus intorspeksi, tidak bisa kita menyalahkan
Allah. Takdir kita celaka, karena perbuatan kita sendiri. Allah sudah tentukan
Qadar pada tiap aturan tersebut. Karenanya, kita harus menggunakan akal kita
untuk memahami aturan tersebut dan memilih ketika melakukan sesuatu.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa takdir tidak hanya mencakup hal-hal yang terjadi pada manusia namun ia
juga yang terjadi pada seluruh makhluk lainnya di alam ini sejak zaman azali
dan sudah dituliskan di Lauh Mahfuzh. Dan sebagian besar takdir tetap terikat
pada Sunnatullah yang sudah ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar