Senin, 26 Desember 2016

Kapan Orang Berperilaku?

Setelah kita memahami bahwa orang menampilkan perilakunya karena latar belakang kenyamanan di post-an sebelumnya. Maka yang jadi pertanyaan selanjutnya adalah kapan orang merasa tidak nyaman. Bila kita bicara tentang rasa tidak nyaman, maka dengan demikian berarti kita sedang bicara tentang perubahan. Orang berperilaku karena ia merasa bahwa kenyamanannya mulai berubah atau terancam akan berubah, sehingga membuatnya menilai bahwa ia butuh melakukan sesuatu guna mendapatkan atau mempertahankan situasi yang nyamannya itu.
Kalau kita bicara perubahan, seringkali yang muncul di benak kita adalah kesulitan. Ya, banyak dari kita yang menilai bahwa perubahan itu sama dengan kesulitan. Perubahan bukan hanya sulit terjadi tetapi juga sulit dilakukan. Akhirnya kita lalu menyimpulkan bahwa orang sulit ataupun bahkan tidak ingin berubah. Disini masalahnya, pemahaman bahwa orang sulit atau bahkan tidak ingin berubah sebetulnya tidak sungguh-sungguh tepat. Kalu dikatakan perubahan adalah suatu hal yang sulit dilakukan atau sulit terjadi, memang begitulah adanya. Tetapi hal itu tidak disebabkan oleh kondisi orang yang tidak ingin berubah. Melalui pemahaman The Change Process, Bang Jeha dalam (Toge, 2008) mengatakan bahwa menurut buku yang dibacanya dijelaskan alasan orang jadi tampak sulit berubah adalah karena orang pada dasarnya tidak ingin di ubah, jadi bukannya tidak ingin berubah. Hanya saja, kondisi ini hanya dapat terjadi ketika agen perubahan itu adalah orang lain. Bila agen perubahan itu adalah situasi (internal maupun eksternal, walaupun orang tidak ingin diubah, maka perubahan akan tetap terjadi juga sehingga ia akan tetap mengalami perubahan itu dan pasti akan melewati masa-masa tidak nyaman akibat perubahan itu.
Keadaan dimana orang tidak mau diubah itulah yang membuat proses perubahan menjadi sulit dilakukan. Hal ini antarra lain,memang dilatar belakangi oleh faktor kenyamanan yang menjadi dasar dari setiap perilakuu yang ditampilkan orang. Perubahanmembuat titik keseimbangan yang membuat orang merasa nyaman, menjadi terganggu. Gangguan inilah yang kemudian membuat ia jadi merasa tidak nyaman. Selanjutanya, ketidaknyamanan itu membuat orang terdorong untuk berperilaku, agar ia kembali mndapatkan kenyamanan karena hasil mencapai titik keseimbangan. Oleh karenanya orang biassa menampilakan penolakan atau keengganan ketika ia dihadapkan pada tuntuttan untuk berubah. Akhirnya, orang menjadi terlihat sulit berubah, Karena ia sesungguhnya tidak ingin diubah.
Seperti sudah disebutkan bahwa perubahan akan membuat kita merasa tidak nyaman dan kemudian memunculkan dorongan untuk berperilaku demi mencapai kondisi nyaman yang diharapkan. Dalam sudut pandang yang lain, disebutkan juga bahwa orang pada dasarnya tidak ingin diubah. Mengapa sepertinya menjadi simpang siur? Bukankah bila orang menampilkan perilaku untuk mencapai kondisi nyaman yang diharapkan, sama artinya dengan melakukan perubahan? Itulah sebabnya upaya menolak tekanan untuk berubah hanya bisa dilakukan bila agen perubahan itu adalah orang lain. Artinya, kita bisa melakukan uupaya untuk menolak upaya orang lain, maka kita tidak bisa bertahan untuk tidak ingin diubah. Alasannya, keengganan itu hanya akan membuat kita terjebak dalam ketidaknyamanan yang berkelanjutan. Kalau orang lain meminta kita berubah, masih ada kesempatan bagikita untuk menolak dengan alasan masih nyaman dengan kondisi saat ini. Kalau kondisi saat inni kita rasakan mulai tidak menyenangkan, maka tidak ada kesempatan bagi kita untuk menolak perubahan, Karena kita akan selalu berusaha untuk bisa hidup dalam kenyamanan.
Berarti, pertanyaannya adalah apa yang sebetulnya kita hadapi, ketiika kita menyadari akan adanya perubahan kenyamanan? Jawaban atas pertanyaan itu adalah keinginan untuk menjadi nyaman. Sementara itu, kebutuhan untuk jadi nyaman akan muncul ke permukaan saat keinginan jadi nyaman sudah menyatakan keberadaannya atau eksistensinya di dalam ruang pikir dan/atau rasa. Dengan demikian, sesungguhnya perilaku itu merupakan bagian dari kebutuhan, bukan keinginan. Perilaku akan muncul atau terpicu ketika kita memilih untuk berupaya memenuhi kebutuhan demi mendapatkan keinginan. Ketika muncul keinginan, tidak selallu akan diikuti oleh perilaku, Karena keinginan tidak secara otomatis membuat kita tergerak. Keinginan dapat tinggal sebagai keinginan semata, di dalam pikiran dan/atau perasaan, tanpa keterlibatan tindakan selama kita tidak berupaya mendapatkannya. Padahal tindakanlah yang membuat pikiran dan/atau perasaan menjadi hidup, menjadi tampak dan berwujud, menjadi punya makna buat perilaku.
Kesimpulannya, kapan orang berperilaku? Orang menampilkan perilaku ketika ia memilih untuk dapat mencapai keinginannya dengan menerjemahkan isi pikiran dan/atau perasaannya ke dalam tindakan yang relevan atau sesuai, dengan tetap memerhatikan kondisi fisik secara keseluruhan. Karena hal itu akan membawanya pada kesadaran tentang adanya kesanggupan (mau sekaligus mampu) untuk bertindak, bukan sekadar berpikir atau merasa. Karena sesuatu baru disebut sebagai perilaku, ketika berwujud secara nyata: dapat diamati, dapat diukur, dapat dialami dan berdampak. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar