Senin, 26 Desember 2016

Apa Yang Di Maksud Dengan Perilaku?

Dalam keseharian, perilaku adalah hal pokok. Masing-masing orang menampilkannya setiap waktu, sepanjang hari, sepanjang masa hidup. Demikian halnya dengan kebahagiaan juga adalah bagian dari perilaku yang kita tampilkan dalam kesehariaan. Oleh Karena itu, sebelum kita bicara soal kebahagiaan, maka ada baiknya kita bahas dahulu perkara perilaku, agar pemahaman kita ketika bicara soal kebahagiaan, berada pada tataran berpikir yang setara.
Dalam kaidah keilmuwan, perilaku biisa didefinisiikan beragam, bergantung pada dasar pemikiran tiap ilmu yang melandasinya. Dalam kesempatan ini, saya akan membahas perilaku berdasarkan pemahaman Toge Apriliyanto dalam bukunya yang berjudul “Kurangkul Diriku Demi Merangkul Bahagiaku”.
Dalam bukunya perilaku dapat dipahami seperti tokoh animasi “The Fantastic Four”. Setiap tokoh dalam karya animasi itu, memiliki karakter yang unik, memiliki kelebihan dan kekurangan yang justru membuatnya tak tergantikan oleh tokoh lainnya. Akibatnya penampilan mereka hanya akan optimal apabila mereka bersatu. Demikian halnya dengan perilaku, seperti yang disebutkan oleh Viktor Frankl, seorang psikiater asal Austria yang merupakan salah satu korban selamat dalam kasus Holacaust, dalam bukunya yang berjudul The Doctor and The Soul, bahwa “Bila semua orang sempurna, maka setiap individu dapat digantikan oleh siapapun juga. Karena ketidaksempurnaan manusia inilah maka setiap individu tidak dapat disia-siakan ataupun dipertukarkan.” 
Lantas, apa yang dimaksud bahwa perilaku analog dengan “The Fantastic Four”. Karena perilaku seperti halnya “The fantastic Four”, merupakan integrase (kesatuan yang tidak dapat dipisahkan) antara empat komponen utama yaitu: pikiran, perassaan, tindakan, dan kondisi fisik.
Pikiran seperti tokoh Mr. Fantastic dalam “The Fantastic Four” yang dikisahkan punya kecerdasan paling tinggi di seantero Marvel Universe sehingga secara factual didaulat menjadi koordinator dari “The Fantastic Four”, juga merupakan komponen perilaku yang bertugas sebagai coordinator. Ia bertugas meminta pin komponen lain sehingga tampilan perilaku yang akhirnya muncul dalam aktivitas nyata, menjadi lebih terkendali. Artinya, dalam keadaan normal, pikiran membuat keputusan tentang perilaku yang ditampilkan.
Pikiran seperti tokoh Mr. fantastic dalam “The Fantastic Four”, memiliki keunggulan dalam hal kelenturan dan keluwesan. Pikiran terus tumbuh dan berkembang , menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi demi mendukung perilaku agar dapat terus berubah dan berkembang menjadi semakin rumit. Dengan keunggulan itu pula, kita menjadi dapt menghadapi segala kejadian dalam hidup keseharian dengn tetap menjaga diri kita berada dalam koridor realita.
Perasaan seperti tokoh The Invisible Woman dalam “The Fantastic Four” yang dikisahkan menjadi iperwakilan kehadiran sosok perempuan yang emosi (perasaan), sehingga terkadang juga ditampilkan sebagai sosok yang perlu dilindungi, juga merupakan komponen perilaku yang bersifat impulsive dan subjektif-fluktuatif (berubah-ubah tergantung pada situasi sesaat). Kondisi ini dilatarbelakangi oleh komposisi hormonal di dalam tubuh yang secara umum kita kenal dengan sebutan “temperamen”.
Perasaan seperti tokoh The Invisible Woman, memiliki keunggulan didalam hal penampakan. Perasaan dapat mempengaruhi perilaku dan keseharian secarra keseluruhan, tanpa menunjukkan wujudnya secara kasat mata. Kita dapat mengetahui kehadirannya, kita juga dapat mengalami keberadaannya, tetapi seringkali kita tidak dapat secara tepat menggambarkan, membuat definisi atau pemaknaan harfiah tentangnya. Dengan keunggulan itu pula kita  mampu menghadapi situasi yang tidak mampu dihadapi oleh pikiran.
Tindakan seperti tokoh The Human Torch dalam “The Fantastic Four” yang dikisahkan seringkali berperan sebagai “pelaksana tugas” Karena sifat dasarnya yang cenderung bergerak tetapi pasif, juga merupakan komponen  perilaku yang paling kelihatan secara kasatmata, tetapi juga paling bergantung kepada komponen lainnya. Dalam hal ini, tindakan memiliki keunggulan dalam kecekatan. Tindakan yang membuat perilaku menjadi hidup, Karena tanpa tindakan, maka perilaku tak akan pernah menghasilkan apa-apa. Dengan tindakan kita dapat terus bergerak maju dan menggapai apa yang sebelumnya tidak bisa dilakukan. Dengan keunggulan itulah, kita mampu menghadapi segala dinammika kehidupan dan terus menjadi lebih baik. Dengan keunggulan itulah, kita dapat menyesuaikan diri dengan perubahan dan tuntutan yang kita hadapi setiap hari, setiap masa.
Kondisi fisik, seperti tokoh The Thing dalam “The Fantastic Four” yang dikisahkan sebagai sosook paling kuat secara fisik, juga merupakan komponen perilaku yang seringkali akhirnya jadi penentu apakah sebuah perilaku bisa ditampilkan atau tidak. Hal ini disebabkan kondisi fisik menjadi dasar dari semua tampilan perilaku secara keseluruhan. Bila kondisi fisik tidak mendukung, maka semua komponen perilaku lainnya tidak akan dapat berfungsi selayaknya.
Dalam hal ini kondisi fisik memilki keunggulan dalam hal kekuatan struktur yang kokoh dan ketangguhan menghadapi tantangan dari luar. Kondisi fisik membuat perilaku menjadi nyata,  karena tanpa dukungan kondisi fisik yang seseuai dan memadai, maka perilaku juga tidak akan pernah dapat menunjukkan eksistensi/keberadaannya. Perilaku hanya akan berhenti bahkan terjebak dalam kungkungan ruang fantasi dan imajinasi. Dengan keunggulan yang dimilki kondisi fisik itu pula, kita menjadi mampu menyatakan keberadaan diri kita. Menjadi mampu secara konsisten apa yang kita pikirkan dan kita rasakan  dalam bentuk tindakan yang relevan atau sesuai seperti yang kita harapkan.
Berdasarkan uraian diatas, perilaku merupakan integrasi dari empat komponen utama yang sudah dijabarkan diatas. Maksud dari sebutan integrasi ialah utuk menjelaskan bahwa perilaku tidak mengenal cara “pemungutan suara”. Perilaku hanya mengenal cara “mufakat”. Maka, perilaku baru akan bisa ditampilkan secara optimal, kalau keempat komponen utamanya sudah bisa mencapai kata mufakat. Selama keempatnya belum bermufakat, maka selama itu pula perilaku tidak bisa ditampilkan secara optimal. Kalau perilaku tetap dipaksakan untuk tampil ketika belum tercapai kata mufakat diantara keempat komponen utama yang sudah dibahas sebelumnya, maka yang terjadi adalah apa yang biasa kita sebut dengan istilah ragu-ragu atau terpaksa yang dampaknya seringkali memunculkan masalah baru dan memicu terjadinya ketidaknyamanan yang terus berkelanjutan. Kondisi ini terjadi Karena keempat komponen perilaku itu akan terus berselisih tanpa bisa dikendalikan lagi.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar