Bila perilaku terjadi
saat perubahan atau pergeseran titik keseimbangan yang menimbulkan rasa tidak
nyaman, dan relasi terjadi saat kedekatan diantara pihak-pihak yang terlibat
dan saling memengaruhi secara timbal ballik, maka orang akan berbahagia ketika
titik keseimbangannya tercapai dan relasi terjalin secara berkelanjutan dalam
artian yang positif.
Seperti yang telah
dituangkan dalam paparan mengenai “Apa Kaitan Antara Perilaku dan Relasi,
dengan Bahagia”, bahwa bahagia selalu terjadi dalam status “di sini dan
sekarang”, maka jelaslah bahwa itu akan terjadi setiap saat. Kondisi ini
menjadi masuk akal kearena secara prinsip, alam semesta ita ini memang bersifat
dinamis, terus bergerak dan berubah. Oleh karenanya, manusia sebagai bagian
dari alam semesta, pada hakikatnya juga bersifat dinamis dan terus berubah. dengan
demikian, kriteria orang tentang bahagia juga akan bersifat dinamis dan terus
berubah, sesuai kondisi dan situasi yang dihadapinya saat itu, di tempat itu.
Kemudian, kareana sudah
kita ketahui juga bahwa relasi terjadi dengan cara mengelola persepsi diri, dan
relasi selalu merupakan cerminan kebutuhan yang kita tangkap melalui apa yang
ditampilkan pihak lain, maka kita juga bisa memahami bahwa kebahagiaan sesungguhnya
juga bergantung pada apa yang ada di dalam diri kita. Lebih tepatnya,
bergantung pada persepsi yang kita bangun di dalam pikiran kita, berdasarkan
proses pencocokan antara informasi dalam bentuk sensasi dengan data di dalam
ingatan kita.
Dari dua bagian
pemahaman itu, kita bisa menyimpulkan bahwa untuk menjadi bahagia, yang kita
perlukan adalah penilaian positif terhadap apa yang sedang terjadi dan/atau
yang kita alami. Seperti yang dikatakan William Glasser, kita hanya bisa
mengendalikan situasi saat ini. Situasi masa lalu hanya bisa kita gunakan
sebagai referensi atau bahan acuan atau pertimbangan, tapi kita tidak bisa
melakukan apapun untuk mengubah apa yang sudah terjadi. Demikian sebaliknya,
masa depan hanya dapat kita gunakan sebagai panduan atau pedoman dalam
menentukan langkah, tapi kita tidak bisa menjamin bahwa masa depan akan terjadi
seperti yang kita inginkan. Jadi, yang bisa kita lakukan pada saat itu adalah
menentukan pilihan: apakah kita bisa berhenti dan hidup bersama ingatan masa
lalu, apakah kita akan bermimpi dan hidup bersama impian masa depan, apakah
kita akan bertindak dan hidup di dalam kenyataan saat ini, di tempat ini. Demi
mencapai bahagia, maka yang perlu dilakukan adalah memiliki alternatif pilihan
akhir, yaitu “bertindak dan hidup di adlam kenyataan saat ini dan di tempat
ini”.
Dengan memusatkan
perhatian dengan apa yang terjadi disini dan sekarang, dengan sendirinya secara
otomatis berarti kita telah mengarahkan energi untuk mengupayakan sumber daya
yang kita miliki, agar dapat menghadapi situasi yang kita alami. Hal inilah
yang membedakan apakah seseorang akan memiliki kesehatan mental ataukah akan
mengalami penyakit mental. Secara nyata, dengan contoh sebagai berikut: banyak
orang bilang kecanduan itu penyakit masyarakat, tapi tidak banyak orang yang
memahami mengapa kecanduan disebut sebagai penyakit masyarakat. Dengan memahami
konsep bahagia, kita bisa mengerti bahwa pada dasarnya setiap manusia
berpotensi menjadi pecandu, Karena sejak dilahirkan hingga meninggal, perilaku
kita selalluu ditujukan utnuk mendapatkan kebahagiaan. Artinya, kita akan
melakkukan apapun agar dapat mencapai kondisi bahagia. Jadi, kecanduan itu
manusiawi, makanya wajar kalau ada manusia yang terlibat di dalam kecanduan,
Karena ia menilai bahwa di hal itu dapat membantunya mencapai bahagia yang
selama ini dicari-cari. Oleh karenanya, billa kita ingin orang itu lepas dari
perilakku mencandu, yang perlu kita lakukan adalah membantu orang itu untuk
menyadari bahwa ada carra lain yang lebih aman (tidak melukai diri) untuk
mencapai kondisi bahagia yang dicarinya, saat itu, di tempat itu.
Jadi, untuk merasakan
bahagia setiap saat, yang perlu dilakukan adalah belajar menerjemahkan apa yang
kita alami atau hadapi, menggunakan ingatan-ingatan yang positif. Itu berarti
kita perlu terus menambah koleksi ingatan positif. Semakin banyak ingatan
positif yang kita milliki akan semakin besar peluang terjadinya asosiassi
positif. Dampaknya persepsi menjadi positif dan bayangan yang terpantul dari
orang lain juga akan menggambarkan kebutuhan yang positif. Jadi, relasi juga
positif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar