Pada postingan
sebelumnya kita sudah mengetahui bahwa perilaku terjadi di lingkungan personal
dan di lingkungan sosial. Dengan demikian, sudah cukup jelas kiranya, bahwa
perilaku melibatkan diri sendiri dan orang lain. Namun, bagaimana tepatnya,
keterlibatan diri sendiri dan orang lain di dalam konteks berperilaku.
Dalam lingkup personal
Kalau bicara tentang
lingkup personal, maka yang akan kita bicarakan adalah diri sendiri. Tetapi,
bagaimana diri sendiri menampilkan perilaku di lingkungan yang hanya melibatkan
satu pihak saja? Apakah dimungkinkan, perilaku terjad oleh adanya kebutuhan dan
tanpa adanya keterlibatan pihak lain?
Sebetulnya, perilaku
memang tidak bisa melibatkan hanya satu pihak. Selalu akan ada pihak lain di
dalam konteks perilaku. Alasannya, karena perilaku selalu diawali oleh adanya
kebutuhan dan juga diakhiri oleh adanya dampak. Di lingkungan personal, memang
tidak ada keterlibatan orang lain. Jadi, pihak lain yang dimaksud dalam
pembahasan ini adalah diri sendiri juga. Artinya, dalam lingkup personal kita
akan berurusan dengan diri kita sendiri. Kita mungkin akan berhadapan atau
berlawanan dengan diri kita. Kita mungkin juga akan bergandengan atau bekerja
sama dengan diri kita sendiri.
Secara detail,
sebetulnya interaksi yang terjadi di dalam
lingkungan personal adalah interaksi antara komponen perilaku. Pikiran, perasaan, tindakan dan
kondisi fisik. Sebagai contoh, ketika pada masa kelam yang pernah di alami
seseorang atau bahkan kalian pernah mengalaminya, perilaku yang secara
kasatmata terlihat seperti pemberontakan. Semua orang dibantah, semua orang
dijadikan untuk marah atau usil. Mengapa demikian? Sebetulnya pada masa
itu, perilaku yang seolah ditujukan pada
orang lain ialah perilaku dalam lingkup personal. Artinya, saat kita membantah sebetulnya
yang terjadi adalah perkelahian diantara pikiran dan perasaan di dalam diri
kita pada saat itu. Coba cermati, apakah orang yang dipukul akan serta merta
menjadi marah dan menampilkan perilaku agresif? Ya, jawabannya adalah tidak.
Mengapa? Karena perilaku yang akan ia tampilkan untuk menanggapi pukulan itu,
akan bergantung pada situasi dalam diri orang yang bersangkutan. Ketika saat
itu sedang terjadi perselisihan diantara komponen perilakunya, maka peluang
orang itu menjadi marah dan/atau menjadi agresif akan lebih besar daripada bila
saat itu situasi di dalam diri orang tersebut sedang relative nyaman.
Jadi, perilaku bisa
saja hanya melibatkan diri sendiri, di dalam lingkungan personal, karena
pikiran, perasaan, tindakan, dan kondisi fisik kita sebetulnya adalah
komoponen-komponen yang mandiri tetapi saling tergantung satu sama lain. Itu
sebabnya saya menyebutkan bahwa carakerja mereka integrative. Dalam lingkup
personal, mereka akan berperan sebagai dirinya masing-masing tetapi dalam
lingkup sosial mereka berintegrasi untuk secara bersama-sama mengahadapi
integrasi dari pikiran, perasaan, tindakan dan kondisi fisik yang ada di dalam
diri orang lain.
Dalam lingkup sosial
Kalau bicara soal ini,
udah sangat jelas siapa saja yang terlibat didalamnya. Ya, dalam lingkungan
sosial pihak yang terlibat adalah diri sendiri serta orang lain. Selain karena
sebagai manusia, kita memang selalu akan menghadapi dan/atau memerlukan
keterlibatan orang lain, kita juga tidak dapat mengabaikan kenyataan bahwa
sebagai bagian dari alasm semesta, juga kita terikat pada satu hokum alam yang
kita sebut “sebab-akibat”.
Kalau menggunakan
contoh seperti yang sudah di paparkan di bagian “dalam lingkup personal” itu,
kita bisa sangat mudah mencermati bahwa memang perilaku yang kita tampilkan
akan berdampak pada pihak lain di luar diri kita. Kondisi ini disebabkan kenyataan
bahwa ruang hidup kita memang berbatasan dengan ruang pihak lain, kita memang
hidup di dalam ruang kehidupan yang sama. Oleh karenanya, kita perlu
memerhatikan kepentingan pihak lain juga, agar dampak dari perilaku kita tidak
mengganggu ruang hidup pihak lain. Selain kareana gangguan yang kita akibatkan
itu pada gilirannya juga dapat mebuat kehidupan kita terganggu. Contoh: saat
kita membantah orang lain, atau melakukan keusilan pada orang lain, maka
perilaku kita itu akan segera mendapatkan tanggapan dari orang yang
bersangkutan. Terlebih kalau perilaku kita membuat orang itu menjadi tidak
nyaman. Nah, tanggapan yang ditampilkan orang lainitu sangat mungkin membuat
kita menjadi tidak nyaman juga. Tergantung apa tanggapan yang ditampilkan dan
bagaimana orang itu bereaksi atas perilaku yang kita tampilkan.
Jadi, dalam lingkup
sosial, keterlibatan diri sendiri dan pihak lain, secara prinsip merupakan
bentuk cara kerja hokum “sebab-akibat” yang bersifat alamiah dan pasti/menetap.
Artinya, tiap aksi selalu akan merangsang terjadinya reaksi yang sama, tiap
kali aksi itu muncul. Apalagi bila kita berbicara tentang perilaku manusia.
Secara konsep kita bisa membuat perkiraan polanya, tetapi secara nyata kita
tidak bisa memastikan reaksi atau tanggapan yang akan ditampilkan terhadap
sebuah aksi yang sama dan berulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar