Senin, 26 Desember 2016

Siapa Yang Terlibat Dalam Perilaku?

Pada postingan sebelumnya kita sudah mengetahui bahwa perilaku terjadi di lingkungan personal dan di lingkungan sosial. Dengan demikian, sudah cukup jelas kiranya, bahwa perilaku melibatkan diri sendiri dan orang lain. Namun, bagaimana tepatnya, keterlibatan diri sendiri dan orang lain di dalam konteks berperilaku.
Dalam lingkup personal
Kalau bicara tentang lingkup personal, maka yang akan kita bicarakan adalah diri sendiri. Tetapi, bagaimana diri sendiri menampilkan perilaku di lingkungan yang hanya melibatkan satu pihak saja? Apakah dimungkinkan, perilaku terjad oleh adanya kebutuhan dan  tanpa adanya keterlibatan pihak lain?
Sebetulnya, perilaku memang tidak bisa melibatkan hanya satu pihak. Selalu akan ada pihak lain di dalam konteks perilaku. Alasannya, karena perilaku selalu diawali oleh adanya kebutuhan dan juga diakhiri oleh adanya dampak. Di lingkungan personal, memang tidak ada keterlibatan orang lain. Jadi, pihak lain yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah diri sendiri juga. Artinya, dalam lingkup personal kita akan berurusan dengan diri kita sendiri. Kita mungkin akan berhadapan atau berlawanan dengan diri kita. Kita mungkin juga akan bergandengan atau bekerja sama dengan  diri kita sendiri.
Secara detail, sebetulnya interaksi yang terjadi di dalam  lingkungan personal adalah interaksi antara komponen  perilaku. Pikiran, perasaan, tindakan dan kondisi fisik. Sebagai contoh, ketika pada masa kelam yang pernah di alami seseorang atau bahkan kalian pernah mengalaminya, perilaku yang secara kasatmata terlihat seperti pemberontakan. Semua orang dibantah, semua orang dijadikan untuk marah atau usil. Mengapa demikian? Sebetulnya pada masa itu,  perilaku yang seolah ditujukan pada orang lain ialah perilaku dalam lingkup personal. Artinya, saat kita membantah sebetulnya yang terjadi adalah perkelahian diantara pikiran dan perasaan di dalam diri kita pada saat itu. Coba cermati, apakah orang yang dipukul akan serta merta menjadi marah dan menampilkan perilaku agresif? Ya, jawabannya adalah tidak. Mengapa? Karena perilaku yang akan ia tampilkan untuk menanggapi pukulan itu, akan bergantung pada situasi dalam diri orang yang bersangkutan. Ketika saat itu sedang terjadi perselisihan diantara komponen perilakunya, maka peluang orang itu menjadi marah dan/atau menjadi agresif akan lebih besar daripada bila saat itu situasi di dalam diri orang tersebut sedang relative nyaman.
Jadi, perilaku bisa saja hanya melibatkan diri sendiri, di dalam lingkungan personal, karena pikiran, perasaan, tindakan, dan kondisi fisik kita sebetulnya adalah komoponen-komponen yang mandiri tetapi saling tergantung satu sama lain. Itu sebabnya saya menyebutkan bahwa carakerja mereka integrative. Dalam lingkup personal, mereka akan berperan sebagai dirinya masing-masing tetapi dalam lingkup sosial mereka berintegrasi untuk secara bersama-sama mengahadapi integrasi dari pikiran, perasaan, tindakan dan kondisi fisik yang ada di dalam diri orang lain.
Dalam lingkup sosial
Kalau bicara soal ini, udah sangat jelas siapa saja yang terlibat didalamnya. Ya, dalam lingkungan sosial pihak yang terlibat adalah diri sendiri serta orang lain. Selain karena sebagai manusia, kita memang selalu akan menghadapi dan/atau memerlukan keterlibatan orang lain, kita juga tidak dapat mengabaikan kenyataan bahwa sebagai bagian dari alasm semesta, juga kita terikat pada satu hokum alam yang kita sebut “sebab-akibat”.
Kalau menggunakan contoh seperti yang sudah di paparkan di bagian “dalam lingkup personal” itu, kita bisa sangat mudah mencermati bahwa memang perilaku yang kita tampilkan akan berdampak pada pihak lain di luar diri kita. Kondisi ini disebabkan kenyataan bahwa ruang hidup kita memang berbatasan dengan ruang pihak lain, kita memang hidup di dalam ruang kehidupan yang sama. Oleh karenanya, kita perlu memerhatikan kepentingan pihak lain juga, agar dampak dari perilaku kita tidak mengganggu ruang hidup pihak lain. Selain kareana gangguan yang kita akibatkan itu pada gilirannya juga dapat mebuat kehidupan kita terganggu. Contoh: saat kita membantah orang lain, atau melakukan keusilan pada orang lain, maka perilaku kita itu akan segera mendapatkan tanggapan dari orang yang bersangkutan. Terlebih kalau perilaku kita membuat orang itu menjadi tidak nyaman. Nah, tanggapan yang ditampilkan orang lainitu sangat mungkin membuat kita menjadi tidak nyaman juga. Tergantung apa tanggapan yang ditampilkan dan bagaimana orang itu bereaksi atas perilaku yang kita tampilkan.
Jadi, dalam lingkup sosial, keterlibatan diri sendiri dan pihak lain, secara prinsip merupakan bentuk cara kerja hokum “sebab-akibat” yang bersifat alamiah dan pasti/menetap. Artinya, tiap aksi selalu akan merangsang terjadinya reaksi yang sama, tiap kali aksi itu muncul. Apalagi bila kita berbicara tentang perilaku manusia. Secara konsep kita bisa membuat perkiraan polanya, tetapi secara nyata kita tidak bisa memastikan reaksi atau tanggapan yang akan ditampilkan terhadap sebuah aksi yang sama dan berulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar