Senin, 19 Desember 2016

Filsafat Metafisika



Metafisika adalah cabang filsafat yang hendak menyelidiki kenyataan dari sudut yang paling mendasar, paling mendalam, sekaligus paling menyeluruh. Oleh kareana itu, metafisika sering juga disebut sebagai filsafat dasariah atau seperti yang diikatakan oleh Aristoteles, filsafat pertama. Nah, Aristoteles membuat nama ini sebenarnya dalam konteks kritiknya terhadap cara berfilsafat para filsuf Yunani Kuno sebelum dia. Bagi Aristoteles, para filsuf sebelumnya memang berfilsafat, tetapi belum sampai pada titik yang paling mendalam. Artinya argument-argumen yang mereka ajukan masihlah sederhana dan belum memuaskan. Karena itulah, Aristoteles menyebut filsafat sebelumnya sebagai filsafat kedua (Lanur, 2002) dalam (Reza, 2008).
Ia kemudian mencoba merumuskansuatu bentuk filsafat yang mencoba menggali semua aspek realitas dari sudutnya yang palingn mendalam mulali dari tentang alam, tentang Tuhan, tantang jiwa, dan tentang badan. Ia pun kemudian menamakan cara berfilsafat seperti itu sebagai filsafat pertama, atau metafisika. Dalam konteks ini, ia ingin menyelidiki objek-objek yang tidak hanya dapat ditangkap panca indera, tetapi juga obyek-obyek yang hakikatnya melampaui panca indera tersebut seperti Tuhan.
Yang harus dimengerti yaitu bahwa metafisika adalah mengacu pada suatu obyek tertentu yang bersifat konkret, melainkan lebih bersifat formal. Artinya, segala sesuatu di dalam realitas diselidiki dari sudut yang paling mendalam dan yang paling mendasar. Oleh karena itu, metafisika dapat dikatakan sebagai suatu refleksi filosofis tentang realiats paling dalam dan paling akhir secara total. Dengan kata lain, metafisika hendak mengungkapkan realitas dalam satu konsep dasariah yang paling total.
Ada beberapa hal yang kiranya perlu ditambahkan tentang konsep metafisika. Kata meta memiliki arti melampaui dan sering digunakan untuk mengacu pada aktivitas level kedua, yakni aktivitas yang mampu menganalisis aktivitas level pertama.
Dalam perjalanan sejarah, metafisika masih menjadi wilayah abu-abu yang belum memilki status tetap, bahkan sampai sekarang. Beberapa filsuf berpendapat bahwa pengetahuan yang bersifat metafisis tidaklah bisa diperoleh kareana melampaui batas-batas pengetahuan manusia. Kata metafisika pun jadi memperoleh makna yang bersifat konotatif.
Di abad ke-20, A.J. Ayer terkenal sebagai filsuf yang melakukan revolusi ata smetafisika. Di dalam bukunya yang berjudul Language, Truth and Logic, ia berpendapat bahwa argumentasi di dalam metafisika tidaklah bermakna. Hamper sepanjang abad ke-20, universitas-universitas di Inggris meninggalkan tema-tema metafisika. Akan tetapi, pada awa; abad ke-21, minat terhadap metafisika tampak kembali tumbuh di Inggris. Popper dalam bukunya The Logic of Scientific Discovery berpendapat bahwa argumentasi didalam metafisika bukanlah tidak bermakna, melainkan argumennya  tidak dapat diuji, dan dibuktikan salah, atau difalsifikasi. Dengan kata lain, tidak ada satupun pengamatan empiris yang dapat membuktikan secara akurat kesahihan argumentasi metafisika. Lagi pula, biassanya metafisika mengajukan argument tentang alam semesta ataupun tentang realitas sebaga keseluruhan. Argument-argumen tersebut memang masuk akal, tetapi tidak dapat diverifikasi secara empiris.
Jadi, metafisika tidak dapat dibuktiikan benar secara akurat, sekaligus tidak ada satupun argument yang bisa menyatakan bahwa metafisika tidaklah bermakna. Inilah yang disebut sebagai nisbi metafisika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar