Senin, 26 Desember 2016

Filosofi Ketupat Menurut Syariat Islam

Filosofi Ketupat Menurut Syariat Islam
Siapa yang tidak kenal dengan hidangan yang satu ini? Selain rasanya yang enak, bentuk ketupat juga beraneka ragam. Umumnya ketupat identik sebagai hidangan spesial lebaran, tradisi ketupat ini diperkirakan berasal dari saat islam masuk ke tanah jawa.
Dalam sejarah, sunan Kalijaga  adalah orang yang pertama kali memperkenalkannya pada masyarakat jawa. Beliau membudayakan dua kali bakda, yaitu bakda lebaran dan bakda kupat. Bakda kupat dimulai seminggu sesudah lebaran. Pada hari yang disebut bakda kupat tersebut, di tanah jawa waktu itu hampir setiap rumah terlihat menganyam ketupat dari daun kelapa muda. Setelah sudah selesai dimasak, kupat tersebut diantarkan ke kerabat yang lebih tua, menjadi sebuah lambang kebersamaan.
Ketupat di buat dari bahan dasar beras dan janur (daun kelapa muda). Beras ternyata merupakan symbol dari nafsu dunia sedangkan janur meruapakan kependekan dari “jatining nur” atau bisa diartikan hati nurani. Jadi, ketupat itu symbol dari nafsu dunia yang bisa di tutupi oleh hati nurani. Setiap manusia itu punya hawa nafsu, tetapi nafsu itu bisa dikendalikan atau dikekang oleh hati nurani.
Ketupat sendiri menurut para ahli memiliki beberapa arti, diantaranya adalah:
1.  Pertama, mencerminkan berbagai macam kesalahan manusia, dilihat dari rumitnya anyaman bungkus ketupat.
2.  Yang kedua, mencerminkan kebersihan dan kesucian hati setelah mohon ampun dari segala kesalahan, dilihat dari warna putih ketupat jika dibelah dua.
3. Yang ketiga, mencerminkan kesempurnaan, jika dilihat dari bentuk ketupat. Semua itu dihubungkan dengan kemenangan umat muslim setelah sebulan lamanya berpuasa dan akhirnya menginjak hari yang fitri.
Bentuk persegi ketupat juga diartikan masyarakat jawa sebagai perwujudan kiblat papat limo pancer. Ada yang memaknai kiblat papat limo pancer ini sebagai keseimbangan alam: 4 arah mata angin utama, yaitu timur, selatan, barat, dan utara. Akan tetapi semua arah ini bertumpu pada satu pusat (kiblat). Bila salah satunya hilang, keseimbangan alam akan hilang. Begitu pula hendaknya manusia, dalam kehidupannya, ke arah manapun dia pergi, hendaknya jangan pernah melupakan pancer (tujuan): tuhan yang maha esa.
Kiblat papat limo pancer ini dapat juga diartikan sebagai 4 macam nafsu manusia dalam tradisi jawa: marah (emosi), aluamah (nafsu lapar), supiah (memiliki sesuatu yang bagus), dan mutmainah (memaksa diri). Keempat nafsu ini adalah empat hal yang kita taklukkan selama berpuasa, jadi dengan memakan ketupat, disimbolkan bahwa kita sudah mampu melawan dan menaklukkan hal ini.
Kupat merupakan kependekan dari “ngaku lepat” atau mengakui kesalahan. Itulah mengapa setiap hari raya idul fitri selalu ada tradisi saling memaafkan. Idul fitri atau yang biasa disebut lebaran erat kaitannya dengan “laku papat” ini. Keempat tindakan itu adalah lebaran, luberan, leburan, laburan.
Lebaran, berasal dari kata “lebar” (selesai), itulah mengapa idul fitri atau 1 syawal biasa disebut lebaran yang dimaksudkan telah selesai menjalani ibadah puasa ramadhan. Istilah lebaran hanya dikenal di indonesia dan negara selain indonesia tidak mengenal istilah lebaran ini.
Luberan, berasal dari kata “luber” (meluap/melimpah), kata ini memberikan pesan untuk berbagi dengan sesama terutama dengan orang yang kurang beruntung, yakni sedekah secara ikhlas, seperti lubernya air dari tempatnya. Hal ini juga dapat kita jumpai pada bulan ramadhan yakni pemberian zakat fitrah, infaq dah sedekah.
Leburan, (melebur/menghilangkan), seiring dengan pengertian “ngaku lepat“, yakni mengakui kesalahan dan saling memohon maaf. Dalam masyarakat jawa, permohonan maaf ini biasanya dilakukan dengan tradisi sungkeman, yakni permohonan maaf dari orang yang lebih muda kepada yang lebih tua atau dari anak kepada orang tuanya. Kalimat yang biasanya diucapkan adalah “mugi segedo lebur ing dinten meniko” maksudnya semua kesalahan dapat dilepas dan dimaafkan pada hari tersebut.
Laburan, dari kata “labur” atau kapur (bahan untuk memutihkan dinding), kebiasaan masyarakat jawa sebelum lebaran adalah melabur atau memutihkan dinding rumah agar terlihat bersih pada saat lebaran. Hal ini juga memberikan pesan bahwa agar senantiasa menjaga kebersihan lahir dan batin. Jadi setelah melaksanakan leburan (saling memaafkan) dipesankan untuk selalu menjaga sikap dan tindakan yang baik, sehingga mencerminkan budi pekerti yang baik pula.
Filosofi ketupat
Yang pertama yaitu mencerminkan beragam kesalahan manusia. Hal ini bisa terlihat dari rumitnya bungkusan ketupat ini. Kedua tentang kesucian hati, yang mana setelah ketupat dibuka, maka akan terlihat nasi putih dan hal ini mencerminkan kebersihan dan kesucian hati setelah memohon ampunan dari segala kesalahan. Ketiga, mencerminkan kesempurnaan, hal ini terlihat dari bentuk ketupat begitu sempurna dan hal ini dihubungkan dengan kemenangan umat islam setelah sebulan lamanya berpuasa dan akhirnya menginjak idul fitri. Keempat, yakni karena ketupat biasanya dihidangkan dengan lauk yang bersantan, maka dalam pantun jawa pun ada yang bilang “kupat santen“, kulo lepat nyuwun ngapunten (saya salah mohon maaf).
Nah berdasarkan pemaparan tersebut kita, menjadi tahu betapa besar peran para wali dalam memperkenalkan agama islam dengan menumbuhkembangkan tradisi budaya sekitar, seperti tradisi lebaran dan hidangan ketupat yang telah menjadi tradisi dan budaya hingga saat ini.


1 komentar:

  1. Daftar Taruhan Bola Online
    UNTUK INFO LEBIH JELAS SILAHKAN HUBUNGI KONTAK DI BAWAH INI :
    wechat : bolavita
    line : cs_bolavita
    WA : +6281377055002
    BBM: D8DB1C57

    #PialaDunia #BandarPialaDunia #JudiOnlinePialaDunia #TaruhanOnlinePialaDunia

    BalasHapus